Dalam pembahasan filsafat, epistemologi dikenal sebagai cabang dari filsafat. Cabang filsafat disamping meliputi epistemologi, juga ontologi dan aksiologi. Epistemologi adalah teori pengetahuan, yaitu membahas tentang bagaimana cara mendapatkan pengetahuan dari objek yang ingin dipikirkan. Ontologi adalah teori tentang “ada”, yaitu tentang apa yang dipikirkan, yang menjadi objek pemikiran. Sedangkan aksiologi adalah teori tentang nilai yang membahas tentang manfaat, kegunaan maupun fungsi dari objek yang dipikirkan itu. Oleh karena itu, ketiga cabang ini biasanya disebutkan secara berurutan, mulai dari ontologi, epistemologi, kemudian aksiologi. Dengan gambaran sederhana dapat dikatakan, ada sesuatu yang dipikirkan (ontologi), lalu dicari cara-cara memikirkannnya (epistemologi), kemudian timbul hasil pemikiran yang memberikan suatu manfaat atau kegunaan (aksiologi).
1. Pengertian Epistemologi
Secara etimologi , istilah epistemologi berasal dari kata Yunani episteme, yang artinya pengetahuan, dan logos yang artinya ilmu atau teori. Jadi epistemologi dapat didefinisikan sebagai cabang filsafat yang mempelajari asal mula atau sumber, struktur, metode, dan syahnya (validitas) pengetahuan. Epistemologi dapat diartikan sebagai teori pengetahuan yang benar (Theory of knowledges)
Menurut Conny Semiawan dkk, (2005: 157) epistemologi adalah cabang filsafat yang menjelaskan tentang masalah-masalah filosofis sekitar teori pengetahuan. Epistemologi memfokuskan pada makna pengetahuan yang dhubungkan dengan konsep, sumber dan kriteria pengetahuan, jenis pengetahuan dan sebagainya.
Menurut Poedjiadi (2001: 13) epistemologi adalah cabang filsafat yang membahas tentang pengetahuan, adapun yang dibahas antar lain adalah asal mula, bentuk atau struktur, dinamika, validitas, dan metodologi, yang bersama-sama membentuk pengetahuan manusia.
2. Pengetahuan
Secara etimologi, pengetahuan berasal dari kata dalam bahasa inggris yaitu knowledge. Dalam Encyclopedia of Philosophy dijelaskan bahwa definisi pegetahuan adalah kepercayaan yang benar (knowledge is justified true belief).
Pengetahuan adalah suatu istilah yg digunakan untuk menuturkan apabila seseorang mengenal tentang sesuatu. Sesuatu yang menjadi pengetahuanya adalah yang terdiri dari unsur yang mengetahui dan yang diketahui serta kesadaran mengenai hal yang ingin diketahuinya. Maka pengetahuan selalu menuntut adanya subyek yang mempunyai kesadaran untuk ingin mengetahui tentang sesuatu dan objek sebagai hal yang ingin diketahuinya. Jadi pengetahuan adalah hasil usaha manusia untuk memahami suatu objek tertentu.
Pada dasarnya pengetahuan merupakan hasil tahu manusia terhadap sesuatu, atau segala perbuatan manusia untuk memahami suatu objek tertentu. Pengetahuan dapat berwujud barang-barang baik lewat indera maupun lewat akal, dapat pula objek yang dipahami oleh manusia berbentuk ideal, atau yang bersangkutan dengan masalah kejiwaan. Terjadinya pengetahuan dapat bersifat:
a priori yang berarti pengetahuan yang terjadi tanpa adanya atau melalui pengalaman, baik pengalaman indera maupun pengalaman batin.
a posteriori pengetahuan yang terjadi karena adanya pengalaman.
Menurut John Hospers dan knight (1982) terjadinya pengetahuan memerlukan alat, alat yang dimaksud ialah :
Pengalaman indera (sense experience). Sumber pengetahuan yang berupa alat2 untuk menangkap objek pengetahuan dari luar diri manusia melalui kekuatan indra.
Nalar (Reason), merupakan suatu corak berfikir untuk menggabungkan dua pengetahuan atau lebih dengan maksud untuk memperoleh pengetahuan baru.
Otoritas (authority), pengetahuan yang terjadi karena wibawa seseorang sehingga orang lain mempunyai pengetahuan.
Intuisi (intuition), pengetahuan berasal dari kemampuan manusia yang berupa proses kejiwaan dengan tanpa suatu rangsangan atau stimulus.
Wahyu (revelation), pengetahuan diperoleh dari kepercayaan terhadap sesuatu yang diyakini berasal dari Tuhan melalui rasul.
Keyakinan (Faith). Keyakinan merupakan kemampuan yang ada pada diri manusia yang diperoleh melalui kepercayaan.
Pengetahuan yang diperoleh oleh manusia melalui akal, indera, dan lain-lain mempunyai metode tersendiri dalam teori pengetahuan, diantaranya adalah sebagai berikut:
Metode Induktif
Induksi yaitu suatu metode yang menyampaikan pernyataan-pernyataan hasil observasi dan disimpulkan dalam suatu pernyataan yang lebih umum. Yang bertolak dari pernyataan-pernyataan tunggal sampai pada pernyataan-pernyataan universal.
Dalam induksi, setelah diperoleh pengetahuan, maka akan dipergunakan hal-hal lain, seperti ilmu mengajarkan kita bahwa kalau logam dipanasi ia akan mengembang, bertolak dari teori ini akan tahu bahwa logam lain yang kalau dipanaskan juga akan mengembang. Dari contoh diatas bias dketahui bahwa logam lain yang kalau dipanaskan juga akan mengembang.
Metode deduksi
Deduksi ialah suatu metode yang menyimpulkan bahwa data-data empiris diolah lebih lanjut dalam suatu system pernyataan yang runtut. Hal-hal yang harus ada dalam metode deduktif ialah adanya perbandingan logis anatara kesimpulan-kesimpulan itu sendiri. Ada penyelidikan bentuk logis teori itu dengan tujuan apakah teori tersebut mempunyai sifat empiris atau ilmiah, ada perbandingan dengan teori-teori lain dan ada pengujian teori dengan jalan menerapkan secara empiris kesimpulan-kesimpulan yang bias ditarik dari teori tersebut.
Metode Positivisme
Metode ini dikeluarkan oleh August Comte (1798-1857). Metode ini berpangkal dari apa yang tlah diketahui, yang factual, yang positif. Ia mengesampingkan segala uraian diluar yang ada sebagai fakta. Oleh karena itu, ia menolak metafisika. Apa yang diketahui secara positif, adalah segala yang tampak dan segala gejala. Dengan demikian metode ini dalam bidang filsafat dan ilmu pengetahuan dibatasi kepada bidang gejala-gejala saja.
Metode Kontemplatif
Metode ini mengatakan adanya keterbatasan indera dan akal manusia untuk memperoleh pengetahuan, sehingga objek yang dihasilkan pun akan berbeda-beda, harusnya dikembangkan satu kemampuan akal yang disebut dengan intuisi. Pengetahuan yang diperoleh lewat intuisi ini bias diperoleh dengan cara berkontemplasi seperti yang dilakukan oleh Al-Ghazali.
Metode Dialektis
Dalam filsafat, dialektika mula-mula berarti metode Tanya jawab untuuk mencapai kejernihan filsafat. Metode ini diajarkan oleh Socrates. Namun Plato mengartikannya diskusi logika. Kini dialektika berarti tahap logika, yang mengajarkan kaidah-kaidah dan metode-metode penuturan, juga analisis sistematis tentang ide-ide untuk mencapai apa yang terkandung dalam pandangan.
3. Persyaratan Epistemologi
Suatu pengetahuan itu termasuk ilmu atau pengetahuan ilmiah apabila pengetahuaan itu dan cara memperolehnya telah memenuhi syarat tertentu. Apabila syarat-syarat itu belum terpenuhi, maka suatu pengetahuan dapat digolongkan ke dalam pengetahuan lain yang bukan ilmu, walaupun bukan termasuk fisafat.
Menurut Conny R. Semiawan (2005: 99) syarat-syarat terpenting bagi suatu pengetahuan untuk dapat tergolong ke dalam ilmu pengetahuan atau pengetahuan ilmiah ialah dasar pembenaran, sifat sistematis, dan sifat intersubjektif.
Dasar Pembenaran
Dasar pembenaran menuntut pengaturan kerja ilmiah yang diarahkan pada perolehan derajat kepastian sebesar mungkin. Pernyataan harus dirasakan atas pemahaman apriori yang juga didasarkan atas hasil kajian empiris.
Pada umumnya ada tiga teori kebenaran, yaitu :
Teori kebenaran saling berhubungan (coherence Theory of truth)
Suatu proporsii itu benar apabila hal tersebut mempunyai hubungan dengaan ide-ide dari proporsi yang telah ada atau benar. Dengan kata lain, yaitu apabila proporsi itu mempunyai hubungan dengan proporsi yang terdahulu yang benar. Pembuktian teori kebenaran koherensi dapat melalui fakta sejarah dan logika.
Teori kebenaran saling berkesesuaian (correspondence theory of truth)
Suatu proporsi itu bernilai benar apabila proporsi itu saling berkesesuaian dengan kenyataan atau realitas. Kebenaran demikian dapat dibuktiikan secara langsung pada dunia kenyataan
Teori Kebenaran Inherensi (Inherent theory of truth)
Suatu proporsi memiliki nilai kebenaran apabila memiliki akibat atau konsekuensi-konsekuensi yang bermanfaat, maksudnya ialah hal tersebut dapat dipergunakan.
Sistematik
Semantik dan sistematis masing-masing menunjuk pada susunan pengetahuan yang didasarkan pada penyelidikan (research) ilmiah yang keterhubungannya merupakan suatu kebulatan melalui komparasi dan generalisasi secara teratur.
Sifat Intersubjektif
Sifat intersubjektif ilmu atau pengetahuan tidak dirasakan atas intuisi dan sifat subjektif orang seorang, namun harus ada kesepakatan dan pengakuan akan kadar kebenaran dari ilmu itu didalam setiap bagian dan didalam hubungan menyeluruh ilmu tersebut, sehingga tercapai intersubjektivitas. Istilah Intersubjektivitas lebih eksplisit menunjukkan bahwa pengetahuan yang telah diperoleh seorang subjek harus mengalami verifikasi oleh subjek-subjek lain supaya pengetahuan itu lebih terjamin keabsahan dan kebenarannya.
4. Landasan Epistemologi
Landasan epistemologi ilmu disebut metode ilmiah; yaitu cara yang dilakukan ilmu dalam menyusun pengetahuan yang benar. Metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu. Jadi, ilmu pengetahuan merupakan pengetahuan yang didapatkan lewat metode ilmiah. Tidak semua pengetahuan disebut ilmiah, sebab ilmu merupakan pengetahuan yang cara mendapatkannya harus memenuhi syarat-syarat tertentu seperti yang telah dikemukakan pada pembahasan sebelumnya. Syarat-syarat yang harus dipenuhi agar suatu pengetahuan bisa disebut ilmu yang tercantum dalam metode ilmiah. Dengan demikian, metode ilmiah merupakan penentu layak tidaknya pengetahuan menjadi ilmu, sehingga memiliki fungsi yang sangat penting dalam bangunan ilmu pengetahuan. Metode ilmiah telah dijadikan pedoman dalam menyusun, membangun dan mengembangkan pengetahuan ilmu.
Menurut Burhanudin Salam Metode ilmiah dapat dideskripsikan dalam langkah-langkah sebagai berikut :
Penemuan atau Penentuan masalah.
Di sini secara sadar kita menetapkan masalah yang akan kita telaah denga ruang lingkup dan batas-batasanya. Ruang lingkup permasalahan ini harus jelas. Demikian juga batasan-batasannya, sebab tanpa kejelasan ini kita akan mengalami kesukaran dalam melangkah kepada kegiatan berikutnya, yakni perumusan kerangka masalah;
Perumusan Kerangka Masalah
merupakan usaha untuk mendeskrisipakn masalah dengan lebih jelas. Pada langkah ini kita mengidentifikasikan faktor-faktor yang terlibat dalam masalah tersebut. Faktor-faktor tersebut membentuk suatu masalah yang berwujud gejala yang sedang kita telaah.
Pengajuan hipotesis
merupakan usaha kita untuk memberikan penjelasan sementara menge-nai hubungan sebab-akibat yang mengikat faktor-faktor yang membentuk kerangka masalah tersebut di atas. Hipotesis ini pada hakekatnya merupakan hasil suatu penalaran induktif deduktif dengan mempergunakan pengetahuan yang sudah kita ketahui kebenarannya.
Hipotesis dari Deduksi
merupakan merupakan langkah perantara dalam usaha kita untuk menguji hipotesis yang diajukan. Secara deduktif kita menjabarkan konsekuensinya secara empiris. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa deduksi hipotesis merupakan identifikasi fakta-fakta apa saja yang dapat kita lihat dalam dunia fisik yang nyata, dalam hubungannya dengan hipotesis yang kita ajukan.
Pembuktian hipotesis
merupakan usaha untuk megunpulkan fakta-fakta sebagaimana telah disebutkan di atas. Kalau fakta-fakta tersebut memag ada dalam dunia empiris kita, maka dinyatakan bahwa hipotesis itu telah terbukti, sebab didukung oleh fakta-fakta yang nyata. Dalam hal hipotesis itu tidak terbukti, maka hipotesis itu ditolak kebenarannya dan kita kembali mengajukan hipotesis yang lain, sampai kita menemukan hipotesis tertentu yang didukung oleh fakta.
Penerimaan Hipotesis menjadi teori Ilmiah
hipotesis yang telah terbukti kebenarannya dianggap merupakan pengetahuan baru dan diterima sebagai bagain dari ilmu. Atau dengan kata lain hipotesis tersebut sekarang dapat kita anggap sebagai (bagian dari) suatu teori ilmiah dapat diartikan sebagai suatu penjelasan teoritis megnenai suatu gejala tertentu. Pengetahuan ini dapat kita gunakan untuk penelaahan selanjutnya, yakni sebagai premis dalam usaha kita untuk menjelaskan berbagai gejala yang lainnya. Dengan demikian maka proses kegiatan ilmiah mulai berputar lagi dalam suatu daur sebagaimana yang telah ditempuh dalam rangka mendapakan teori ilmiah tersebut.
5. Aliran Epistemologi
Menurut Ahmad Tafsir (2005: 24-25) ada beberapa aliran yang mengkaji tentang cara memperoleh pengetahuan tersebut, antara lain aliran empirisme, rasionalisme, positivism, dan intuisionisme.
Aliran Empirisme.
Kata empiris ini berasal dari kata Yunani ‘empeirikos’ yang berarti pengalaman. Menurut aliran ini manusia memperoleh pengetahuan melalui pengalamannya. Penagalaman yang dimaksud adalah pengalaman inderawi. Sebagai contoh, manusia tahu garam itu asin karena ia mencicipinya.
Salah satu tokoh aliran empirisme ini adalah John Locke (1632-1704), mengemukakan bahwa manusia itu pda mulanya kosong dari pengetahuan, namun karena pengalamnlah ia memperoleh pengetahuan. Sesuatu yang tidak dapat diamati dengan indera bukanlah pengetahuan yang benar. Pengalaman indera itulah sumber pengetahuan yang benar.
Aliran Rasionalisme
Aliran rasionalisme mengajarkan bahwa mwlalui akalnya manusia dapat memperoleh pengetahuan. Pengetahuan yang benar diperoleh dan diukur dengan akal. Tokoh yang palingterkenal dalam aliran ini adalah Rene Descartes, yang hidup pada tahun 1596-1650.
Aliran rasionalisme menegaskan bahwa untuk sampainya manusia kepada kebenaran adalah semata-mata dengan akalnya. Namun demikian, aliran rasionalisme juga tidak mengingkari kegunaan indera dalam memperoleh pengetahuan; pengetahuan indera diperlukan untuk merangsang akal dan meberikan bahan-bahan yang menyebabkan akal dapat bekerja.
Aliran Positivisme
Aliran positivism ini lahir sebagai penyeimbang pertentangan yang terjadi antara aliran empirisme dan rasionalisme. Aliran Positivisme ini lahir berusaha menyempurnakan aliran empirisme dan rasionalisme, dengan cara memasukan perlunya eksperimen dan ukuran-ukuran.
Tokoh yang tergolong aliran positivism ini adalah August Comte(1798-1857). Comte berpendapat bahwa indera itu amatpenting dalam memperoleh pengetahuan, tetapi harus dipertajam dengan alat bantu dan diperkuat dengan eksperimen.
Aliran Intuisionisme
Tokoh dari aliran intuisionisme ini adalah Henri Bergson (1859-1941). Ia berkeyakinan bahwa akal dan indera memiliki keterbatasan. Karena menurutnya, objek-objek yang kita tangkap itu adalah objek yang selalu berubah. Jadi, pengetahuan yang telah dimiliki manusia tidak pernah tetap. Demikian halnya akal, akal hanya dapat memahami suatu objek bila ia mengonsentrasikan dirinya pada objek itu. Dengan menyadari keterbatasan indera dan akal seperti tersebut diatas, Bergson mengembangkan satu kemampuan tingkat tinggi yang dimiliki manusia, yaitu intuisi. Intuisi ini adalah hasil evolusi pemahaman yang tertinggi. Pengembangan kemampuan intuisi memerlukan suatu usaha. Usaha inilah yang dapat memahami kebenaran yang utuh, yang tetap. Intuisi ini menangkap objek secara langsung tanpa melalui pemikiran.
KESIMPULAN
epistemologi adalah cabang filsafat yang membahas tentang pengetahuan, adapun yang dibahas antar lain adalah asal mula, bentuk atau struktur, dinamika, validitas, dan metodologi, yang bersama-sama membentuk pengetahuan manusia.
Pada dasarnya pengetahuan merupakan hasil tahu manusia terhadap sesuatu, atau segala perbuatan manusia untuk memahami suatu objek tertentu
syarat-syarat terpenting bagi suatu pengetahuan untuk dapat tergolong ke dalam ilmu pengetahuan atau pengetahuan ilmiah ialah dasar pembenaran, sifat sistematis, dan sifat intersubjektif.
Menurut Burhanudin Salam Metode ilmiah dapat dideskripsikan dalam langkah-langkah sebagai berikut :
Penemuan atau Penentuan masalah.
Perumusan Kerangka Masalah
c. Pengajuan hipotesis
d. Hipotesis dari Deduksi
Pembuktian hipotesis
Penerimaan Hipotesis menjadi teori Ilmiah
REFERENSI
Susanto, A. 2011. Filsafat Ilmu, Suatu kajian dalam dimensi Ontologis, Epistemologis, dan Aksiologis. Jakarta : Bumi Aksara
http://www.blogger.com/profile/03249547895308622683noreply@blogger.com
Salam, Burhanudin. 1997. Logika Materiil (Filsafat Ilmu Pengetahuan). Jakarta:Rineka Cipta
http://blog.umy.ac.id/wiwinsundari/2011/11/17/epistemologi-filsafat-pengetahuan/
- Blogger Comment
- Facebook Comment
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
0 comments:
Post a Comment