[INDEX] Daftar Tugas Mata Kuliah Filsafat Pendidikan

[INDEX] Daftar Tugas Mata Kuliah Filsafat Pendidikan

Mencerdaskan Hati Nurani

Mencerdaskan Hati Nurani
Hati sanubari disebut juga lahmun sanubari. Letaknya dua jari dibawah payudara kiri, menempel pada rusuk terakhir. Merupakan markasnya nafsu amarah dan nafsu lawwamah. Nafsu amarah dengan bala tentara : senang berlebihan, royal, angah-angah, hura-hura, jor-joran (lomba kekayaan), serakah, iri, dengki, dendam, membenci, bodoh, tidak tahu kewajiban, sombong, tinggi hati, senang menuruti syahwat dan suka marah-marah. Sedang nafsu lawwamah tentaranya : serakah, enggan, acuh, senang memuji diri, pamer, senang mencari aibnya orang lain, senang menganiaya, dusta, tidak peduli dengan kebenaran mutlak-Nya, pura-pura tidak tahu kewajiban, arogan, memandang diri lebih dari lainnya, suka mencari kesalahan orang lain, berlebihan dan bersenang-senang, dan mengumbar hawa nafsu.

Sedangkan hati nurani, nama lengkapnya qalbun nuraniyun latifun Rabbaniyun. Hati tempat mengalirnya nur Cahaya Tuhan. Adalah hati yang dibuat Tuhan dari cahaya “Nur Muhammad” (Cahaya Terpuji-Nya Dzat Yang Mutlak Wujud-Nya). Letaknya ditengah-tengah dada. Tandanya detak jantung. Disebut juga dengan hati jantung.
Hati ini adalah wujud lembut yang dibangsakan gaib dan tidak bisa dilihat mata kepala. Cita-cita dan tujuannya hanyalah untuk seyakinnya mengenali dan mengetahui Diri Ilahi. Yang selanjutnya diingat-ingat dan dihayati dimana saja kapan saja dan sedang apa saja.
Merupakan markasnya nafsu radhiyah, nafsu mardhiyah dan nafsu kamilah. Nafsu radhiyah dengan tentara : pribadi yang mulia, zuhud, ikhlas, wira’i, riyadhah dan menepati janji. Nafsu mardhiyah dengan tentara : bagusnya budi pekerti, bersih dari segala dosa makhluk, rela menghilangkan kegelapannya makhluk, senang mengajak dan memberi pepadang kepada ruhnya makhluk. Dan nafsu kamilah yang tentaranya : ilmu yakin, ‘ainul yakin dan hakkul yakin.
Kedua hati tersebut “tidak mungkin” berfungsi secara bersama. Sebagaimana ketentuan-Nya, “Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam rongganya” (Q.S. 33:4). Jelasnya, kalau hati sanubari yang berfungsi, maka hati nurani akan tenggelam. Sebaliknya, bila hati nurani yang berfungsi, maka hati sanubarinya yang akan tenggelam.
Sedang kenyataannya, mayoritas manusia dikuasai oleh hati sanubarinya (dijajah hawa nafsunya). Oleh karenanya, Nabi Saw bersabda bahwa perang melawan hawa nafsu merupakan perang yang terbesar. Melebihi besarnya perang-perang di dunia yang selama ini pernah ada, sekalipun perang antar planet/galaksi (apalagi perang nuklir) yang bisa menghancurkan bumi ini. Sebab, perang melawan nafsu, urusannya berlanjut sampai di akherat dengan resiko–yang baik maupun yang buruk–bisa berlipat berjuta-juta. Sedang perang dunia, selesai tiada perkara.
Untuk memfungsikan hati nurani–berikut pencerdasannya, langkah pertamanya adalah diberi ilmu dzikir. Caranya dengan “digurukan” kepada ahlinya, yaitu ahli dzikir. Memenuhi perintah-Nya “…fas-alu ahladzdzikkri inkuntum laa ta’lamuuna“ (Q.S. 21:7), tanyakanlah kepada ahli dzikir bila kamu tidak mengetahui bagaimana caranya berdzikir. Sebab, tanpa kesediaan bertanya kepada yang diahlikan oleh Tuhan, maka upaya pencerdasan tersebut “mustahil” dapat tercapai. Relevan dengan sabda Nabi SAW  “bila suatu perkara tidak ditanyakan kepada ahlinya, tunggulah kehancurannya”.
Kedua, mengabadikan ilmu dzikirnya dalam dada bersamaan dengan keluar masuk nafas. Memenuhi dan menjalankan segala petunjuk, perintah maupun teladan sang pemberi ilmunya. Sebab tidak mungkin hati nurani menjadi cerdas (dalam mendzikiri Diri Ilahi, dan menafikan wujud selain Wujud-Nya) bila tidak berusaha sekeras-kerasnya melatih dan menjalankan berbagai latihan yang telah ditentukan. (Sebagaimana pula otak yang tidak mungkin menjadi pandai bila tidak sungguh-sungguh dalam melatihnya dengan latihan yang keras).
Sebab, godaan yang datang dari dalam–hati sanubari dan segenap bala tentaranya–tidak akan pernah berhenti. Didukung godaan dari luar berupa setan dan iblis yang telah bersumpah akan menyeret semua manusia menjadi balanya di neraka.
Ketiga, selalu bersandar (bertawakkal) pada Dzat Yang Mahakuasa. Sebab, bagaimanapun kerasnya usaha hamba, ujung-ujungnya hanya pada kekuasaan-Nya. Manusia berusaha Tuhan yang menentukan segalanya. Sebab, “barang siapa yang diberi hidayah oleh Allah, maka dialah orang yang mendapat hidayah; dan barang siapa yang disesatkan, maka kamu sama sekali tidak akan mendapatkan baginya Waliyyan Mursyida (seorang pemimpin yang dapat memberikan petunjuk hingga bertemu kepada-nya)” (Q.S.18:17).
Ketiga langkah tersebut, secara teoritis maupun praktis, merupakan cara “mencerdaskan hati nurani”. Namun, teori hanyalah sekedar teori bila tidak diikuti dengan langkah pasti. Sebagaimana yang telah penulis alami dan rasakan sendiri kebenarannya. Wallahu a’lam.



Sumber: kompasiana

Pertanyaan Filsafat

Pertanyaan Filsafat

Banyak hal yang dapat kita ketahui dengan belajar filsafat, tetapi ada hal yang tidak dapat diketahui, apa itu?

Jawab:
Filsafat merupakan perbincangan mencari hakikat sesuatu atau segala hal. manusia mempelajari filsafat karena salah satu ciri khas manusia adalah sifatnya yang selalu ingin tahu tentang sesuatu hal. Rasa ingin tahu ini tidak terbatas yang ada pada dirinya.  Manusia juga ingin tahu tentang lingkungan sekitar, bahkan ke arah dunia luar, 
Tahu adalah gambaran atau kesan yang timbul dalam diri kita tentang sesuatu yang kita amati. Sedangkan pengetahuan adalah apa yang diketahui atau hasil dari pekerjaan tahu. Pekerjaan tahu itu adalah hasil dari kenal, sadar, dan mengerti. dan pengetahuan itu adalah semua milik atau isi pikiran.
Jadi, persoalan yang tidak dapat kita ketahui adalah segala sesuatu yang tidak kita kenal, mengerti, dan tidak dimiliki oleh pikiran manusia,

Nasehat Umar Bin Khattab Untuk Para Suami dan Calon Suami

Nasehat Umar Bin Khattab Untuk Para Suami dan Calon Suami

Ada seorang lelaki menghadap khalifah Umar bin Khatab. Dia ingin mengadukan dan meminta nasehat terkait tabiat istrinya yg buruk.
Sesampainya di depan rumah khalifah, dia tercekat. Melihat dan mendengar istri khalifah Umar ternyata tidak berbeda dengan istrinya. Marah-marah di depan khalifah, sedangkan beliau hanya diam tidak menjawab.
Lelaki tadi kemudian beranjak pergi sambil berkata,
"Amirul mukminin saja kondisinya sepertinya ini, bagaimana denganku?" 
Khalifah Umar keluar rumah. Melihat ada lelaki yg ingin menemuinya pulang lagi, beliau memanggilnya mendekat. Kemudian beliau bertanya,
"Apa keperluanmu?"
Dijawab,
"Wahai amirul mu'minin, saya menghadap ingin mengadukan perangai buruk istriku. Dia selalu memarahiku. Kemudian setelah aku mendengar ternyata istri anda juga memiliki perangai yg sama, akhirnya aku pulang saja" 
Khalifah Umar berkata,
"Aku bersabar dengan semua ini karena hak-hak istri yg seharusnya menjadi kewajibanku. Dia memasak makananku, membuatkan roti untukku, mencuci bajuku, dan menyusui anakku. Padahal semua itu bukan kewajibannya. Belum lagi, dengan keberadaan istriku di sampingku hatiku tenang tidak tergoda untuk melakukan hal haram (zina dll). Aku sabar karena semua ini".  
Lelaki tadi menimpali,
"Wahai amirul mu'minin, demikian juga istriku." 
Khalifah menasehatinya,
 "Bersabarlah wahai saudaraku. Semua ini hanya sebentar."

Subhanallah......

Mengembangkan Pola Pikir Filsafat

Mengembangkan Pola Pikir Filsafat

Cara mengembangkan pola piker dan filsafat kita adalah dengan cara memperhatikan hewan yang hidup, tumbuhan yang hidup serta memperhatikan kita bisa hidup. Baik secara makro maupun mikro. Tuhan mnciptakan bumi yang berputar pada porosnya serta mengelilingi matahari. Bumi yang berputar tersebut tidak akan pernah menempati tempat yang sama begitu pula dengan manusia yang tidak akan menempati tempat yang sama pada masa yang berlaku. Ciptaan Tuhan adalah untuk kemaslahatan manusia yang sebaiknya selalu kita jadikan contoh. Sebagai contoh adalah watak bumi yang berputar pada porosnya maka kita harus meniru watak itu yaitu berputar pada doa-doa dalam hati kita. pola pikir dan filsafat adalah ikhtiarmu. Ikhtiarmu adalah dalam pengalamnmu. Pengalamanmu adalah pikiranmu. Secara spitual sukses dunia akhirat adalah menggapai harmoni dalam segala macam aspeknya. Ada doa dan ikhtiar dalam hidupmu. Penyakit berfilsafat adalah dalam keadaan tidak seimbang dan melanggar norma. Misalnya saja kita dalam perkuliahan filsafat harus membaca elegi, ketika kita tidak membaca elegi dan membuat comment  maka kita terancam kematian kita dalam filsafat.

Bijaksana dengan Filsafat

Bijaksana dengan Filsafat

Apa sebenarnya konsekuensi yang harus dipenuhi oleh orang yang belajar filsafat atau filosof? Jawabnya adalah ia harus merendah di hadapan kebenaran: menerimanya, mencintainya dan menginternalisasikan kebenaran itu. Buah dari sikap seperti ini adalah sikap bijaksana dan tegas sekalipun harus menanggung resiko penentangan dan pengucilan dari orang-orang yang tidak mencintai kebenaran.
Pertama-tama untuk bijaksana, seseorang harus tahu kebenaran. Setelah tahu kebenaran, kau harus mencintai kebenaran itu. Tanda orang cinta adalah mau mengabdikan diri. Seorang filosof adalah seorang yang pandai dalam bercinta. Maka aspek-aspek kebijaksanaan itu adalah pengetahuan, kebenaran dan cinta. Pengetahuan yang benar adalah pengetahuan yang bersumber dari kebenaran dan tercerap secara baik di dalam jiwa. Kebenaran yang hakiki adalah kebenaran yang bersumber dari Tuhan dan terdokumentasikan dengan baik. Cinta yang sejati adalah yang timbul dari kedalaman hati dan berkonsekuensi rela untuk berkorban.
Untuk bijaksana, kau mesti berpengetahuan. Pengetahuan adalah apa saja yang tercerap secara baik dalam jiwa sehingga menjadi landasan dalam memandang dunia dan bersikap atau merespon dunia internal atau eksternal. Bagaimana agar kita berpengetahuan? Pertama adalah membaca dan kedua adalah mengalami. Membaca ada dua kategori, yaitu membaca hal yang tersurat dan membaca hal yang tersirat. Sebaik-baiknya yang tersurat adalah wahyu. Sedangka yang tersirat adalah hati dan alam semesta. Wahyu, hati dan alam semesta harus dibaca setiap hari dengan penuh penghayatan dan pencerapan.
Untuk berpengetahuan kita harus mengalami. Kata orang pengalaman adalah guru dan sekolah yang terbaik. Maka semakin banyak dan berkualitas pengalaman kita semakin bagus pengetahuan yang kita miliki. Pengalaman apa yang harus dijalani dan diprogramkan kita agar menjadi suatu pengetahuan? Pengalaman yang bersifat privat, sosial, spiritual, dan emosional. Nilai-nilai moral, agama, hukum dan adat manusia harus menjadi wahana pengalaman kita ketika kita mengamalkannya. Orang yang berpengetahuan pada dasarnya adalah orang yang selalu membangkitkan potensi berfikirnya lewat membaca dan potensi perbuatannya dengan cara mempraktekkan ilmu.
Untuk bijaksana kau juga harus benar. Bukan hanya berpengetahuan benar tapi juga harus bertindak, bersikap, bertekad dan berucap secara benar. Seseorang bisa saja berpengetahuan secara baik dan benar. Seseorang harus memiliki pengetahuan seluas-luasnya tentang kabaikan dan keburukan secara cermat dan akurat. Tetapi pengetahuan mana yang akan jadi landasan dalam memandang dunia dan bersikap atau merespon dunia internal atau eksternal yang ia pilih sangat menentukan apakah ia menjadi seorang yang benar atau salah. Seseorang yang memiliki pengetahuan tentang matrealisme adalah benar dalam pengetahuannya bila ia mencerap informasi dengan baik dan apik tentang matrealisme itu. Namun ia adalah seorang yang buruk dalam pandangan Allah, jika ia menjadi seorang penganut filsafat matrealisme. Seorang yang bijaksana dalam hal ini ialah orang yang memiliki pengetahuan tentang matrealisme dengan baik dan apik lalu ia membuangnya ke keranjang sampah kehidupannya. Karena jalan yang mesti di laluinya adalah jalan Tuhan yang lurus.
Untuk bijaksana kau harus pandai bermain cinta. Kau harus cinta pengetahuan dan cinta kebenaran. Serta mencintai cinta itu sendiri. Shabar adalah suatu konsep yang mengandung nilai-nilai di atas. Artinya orang yang shabar adalah orang yang cinta pengetahuan yang akurat, cinta akan kebenaran yang hakiki, dan mencintai rasa cinta sejati. Cinta akan rasa cinta itu artinya sifat kontinuitas di dalam mencintai. Hal itu hanya bisa dilakukan oleh orang-orang shabar. Kalau demikian orang shabar adalah orang yang bijaksana. Orang yang cerdas, benar dan penuh cinta.
Kunci bijkasana adalah Shabar.
Sekarang apa inti sari sabar itu sendiri? Inti sari shabar adalah: keyakinan bahwa apa yang ada pada diri kita akan binasa, sedangkan yang ada pada sisi Tuhan adalah abadi. Ia yakin bahwa dirinya akan berjumpa dengan Tuhannya. Maka sejatinya orang yang sabar adalah orang yang cerdas dan tidak cinta dunia. Orang yang cerdas adalah orang yang banyak mengingat mati dan mempersiapkan bekal sebanyak-banyaknya untuk kehidupan setelah mati. Untuk merealisasika nilai-nalai sabar itu, ia akan menjadi sosok pembelajar, aktivis dan sekaligus mau berkorban untuk apa saja asalkan benar. Ia yakin bahwa apa yang ada pada diri kita akan binasa, sedangkan yang ada pada sisi Tuhan adalah abadi. Maka ia memilih yang abadi daripada yang fana. Konon manusia mestinya lebih memilih kematian dari pada fitnah dunia, dan memilih sedikit harta daripada berat dihisab nanti.
Semoga engkau menjadi Filosof: seorang yang mencintai kebijaksanaan, seorang yang shabar, seorang yang banyak mengingat mati, seorang yang banyak berkorban di jalan Tuhannya. Nanti engkau akan menjadi seorang yang kaya raya. Karena Tuhan telah berjanji siapa yang berkorban di jalanNya, apa yang dikorbankannya itu menjadi bernilai tujuhratus kali lipat yang tersimpan di dalam hati dan untuk kehidupannya di akhrat kelak.

Teori-teori Kebenaran: Korespondensi, Koherensi, Pragmatik, Struktural Paradigmatik, dan Performatik

Teori-teori Kebenaran: Korespondensi, Koherensi, Pragmatik, Struktural Paradigmatik, dan Performatik
eori Korespondensi (The Correspondence Theory of Thruth) memandang bahwa kebenaran adalah kesesuaian antara pernya-taan tentang sesuatu dengan kenyataan sesuatu itu sendiri. Contoh: “Ibu kota Republik Indonesia adalah Jakarta”. Teori Koherensi/Konsistensi (The Consistence/Coherence Theory of Truth) memandang bahwa kebenaran ialah kesesuaian antara suatu pernyataan dengan pernyataan-pernyataan lainnya yang sudah lebih dahulu diketahui, diterima dan diakui sebagai benar. Teori Pragmatis (The Pragmatic Theory of Truth) memandang bahwa “kebenaran suatu pernyataan diukur dengan kriteria apakah pernyataan tersebut bersifat fungsional dalam kehidupan praktis”; dengan kata lain, “suatu pernyataan adalah benar jika pernyataan itu mempunyai kegunaan praktis dalam kehidupan manusia”. Kata kunci teori ini adalah: kegunaan (utility), dapat dikerjakan (workability), akibat atau pengaruhnya yang memuaskan (satisfactory consequencies).
Kelima macam teori kebenaran yang akan dibahas berikut ini adalah berbagai cara manusia memperoleh kebenaran yang sifatnya relatif atau nisbi. Kebenaran absolut atau kebenaran mutlak berasal dari Tuhan yang disampaikan kepada manusia melalui wahyu. Alam dan kehidupan merupakan sumber kebenaran yang tersirat dari tuhan untuk dipelajari dan diobservasi guna kebaikan umat manusia.

Teori Korespondensi (Correspondence Theory of Truth)
Teori kebenaran korespondensi adalah teori yang berpandangan bahwa pernyataan-pernyataan adalah benar jika berkorespondensi terhadap fakta atau pernyataan yang ada di alam atau objek yang dituju pernyataan tersebut. Kebenaran atau suatu keadaan dikatakan benar jika ada kesesuaian antara arti yang dimaksud oleh suatu pendapat dengan fakta. Suatu proposisi adalah benar apabila terdapat suatu fakta yang sesuai dan menyatakan apa adanya. Teori ini sering diasosiasikan dengan teori-teori empiris pengetahuan. Teori kebenaran korespondensi adalah teori kebenaran yang paling awal, sehingga dapat digolongkan ke dalam teori kebenaran tradisional karena Aristoteles sejak awal (sebelum abad Modern) mensyaratkan kebenaran pengetahuan harus sesuai dengan kenyataan yang diketahuinya.

Dua kesukaran utama yang didapatkan dari teori korespondensi adalah: Pertama, teori korespondensi memberikan gambaran yang menyesatkan dan yang terlalu sederhana mengenai bagaimana kita menentukan suatu kebenaran atau kekeliruan dari suatu pernyataan. Bahkan seseorang dapat menolak pernyataan sebagai sesuatu yang benar didasarkan dari suatu latar belakang kepercayaannya masing-masing. Kedua, teori korespondensi bekerja dengan idea, “bahwa dalam mengukur suatu kebenaran kita harus melihat setiap pernyataan satu-per-satu, apakah pernyataan tersebut berhubungan dengan realitasnya atau tidak.” Lalu bagaimana jika kita tidak mengetahui realitasnya? Bagaimanapun hal itu sulit untuk dilakukan. Ketiga, Kelemahan teori kebenaran korespondensi ialah munculnya kekhilafan karena kurang cermatnya penginderaan, atau indera tidak normal lagi. Di samping itu teori kebenaran korespondensi tidak berlaku pada objek/bidang nonempiris atau objek yang tidak dapat diinderai. Kebenaran dalam ilmu adalah kebenaran yang sifatnya objektif, ia harus didukung oleh fakta-fakta yang berupa kenyataan dalam pembentukan objektivanya. Kebenaran yang benar-benar lepas dari kenyataan subjek.

Teori Koherensi (Coherence Theory of Truth)
Teori kebenaran koherensi adalah teori kebenaran yang didasarkan kepada kriteria koheren atau konsistensi. Suatu pernyataan disebut benar bila sesuai dengan jaringan komprehensif dari pernyataan-pernyataan yang berhubungan secara logis. Pernyataan-pernyataan ini mengikuti atau membawa kepada pernyataan yang lain. Seperti sebuah percepatan terdiri dari konsep-konsep yang saling berhubungan dari massa, gaya dan kecepatan dalam fisika. Teori Koherensi/Konsistensi (The Consistence/Coherence Theory of Truth) memandang bahwa kebenaran ialah kesesuaian antara suatu pernyataan dengan pernyataan-pernyataan lainnya yang sudah lebih dahulu diketahui, diterima dan diakui sebagai benar. Suatu proposisi benar jika proposisi itu berhubungan (koheren) dengan proposisi-proposisi lain yang benar atau pernyataan tersebut bersifat koheren atau konsisten dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang dianggap benar. Dengan demikian suatu putusan dianggap benar apabila mendapat penyaksian (pembenaran) oleh putusan-putusan lainnya yang terdahulu yang sudah diketahui,diterima dan diakui benarnya. Karena sifatnya demikian, teori ini mengenal tingkat-tingkat kebenaran. Disini derajar koherensi merupakan ukuran bagi derajat kebenaran. Contoh: “Semua manusia akan mati. Si Fulan adalah seorang manusia. Si Fulan pasti akan mati.” “Sukarno adalah ayahanda Megawati. Sukarno mempunyai puteri. Megawati adalah puteri Sukarno”.
Seorang sarjana Barat A.C Ewing (1951:62) menulis tentang teori koherensi, ia mengatakan bahwa koherensi yang sempurna merupakan suatu idel yang tak dapat dicapai, akan tetapi pendapat-pendapat dapat dipertimbangkan menurut jaraknya dari ideal tersebut. Sebagaimana pendekatan dalam aritmatik, dimana pernyataan-pernyataan terjalin sangat teratur sehingga tiap pernyataan timbul dengan sendirinya dari pernyataan tanpa berkontradiksi dengan pernyataan-pernyataan lainnya. Jika kita menganggap bahwa 2+2=5, maka tanpa melakukan kesalahan lebih lanjut, dapat ditarik kesimpulan yang menyalahi tiap kebenaran aritmatik tentang angka apa saja.
Teori koherensi, pada kenyataannya kurang diterima secara luas dibandingkan teori korespondensi. Teori ini punya banyak kelemahan dan mulai ditinggalkan. Misalnya, astrologi mempunyai sistem yang sangat koheren, tetapi kita tidak menganggap astrologi benar. Kebenaran tidak hanya terbentuk oleh hubungan antara fakta atau realitas saja, tetapi juga hubungan antara pernyataan-pernyataan itu sendiri. Dengan kata lain, suatu pernyataan adalah benar apabila konsisten dengan pernyataan-pernyataan yang terlebih dahulu kita terima dan kita ketahui kebenarannya.
Matematika adalah bentuk pengetahuan yang penyusunannya dilakukan pembuktian berdasarkan teori koheren. Sistem matematika disusun diatas beberapa dasar pernyataan yang dianggap benar (aksioma). Dengan mempergunakan beberapa aksioma, maka disusun suatu teorema. Dan diatas teorema-lah, maka dikembangkan kaidah-kaidah matematika yang secara keseluruhan merupakan suatu sistem yang konsisten.
Salah satu dasar teori ini adalah hubungan logis dari suatu proposisi dengan proposisi sebelumnya. Proposisi atau pernyataan adalah apa yang dinyatakan, diungkapkan dan dikemukakan atau menunjuk pada rumusan verbal berupa rangkaian kata-kata yang digunakan untuk mengemukakan apa yang hendak dikemukakan. Proposisi menunjukkan pendirian atau pendapat tentang hubungan antara dua hal dan merupakan gabungan antara faktor kuantitas dan kualitas. Contohnya tentang hakikat manusia, baru dikatakan utuh jika dilihat hubungan antara kepribadian, sifat, karakter, pemahaman dan pengaruh lingkungan. Psikologi strukturalisme berusaha mencari strukturasi sifat-sifat manusia dan hubungan-hubungan yang tersembunyi dalam kepribadiannya.
Dua masalah yang didapatkan dari teori koherensi adalah: (1) Pernyataan yang tidak koheren (melekat satu sama lain) secara otomatis tidak tergolong kepada suatu kebenaran, namun pernyataan yang koheren juga tidak otomatis tergolong kepada suatu kebenaran. Misalnya saja diantara pernyataan “anakku mengacak-acak pekerjaanku” dan “anjingku mengacak-acak pekerjaanku” adalah sesuatu yang sulit untuk diputuskan mana yang merupakan kebenaran, jika hanya dipertimbangkan dari teori koherensi saja. Misalnya lagi, seseorang yang berkata, “ Sundel Bolong telah mengacak-acak pekerjaan saya!”, akan dianggap salah oleh saya karena tidak konsisten dengan kepercayaan saya. (2) sama halnya dalam mengecek apakah setiap pernyataan berhubungan dengan realitasnya, kita juga tidak akan mampu mengecek apakah ada koherensi diantara semua pernyataan yang benar.

Teori Pragmatik (The Pragmatic Theory of Truth)
Teori kebenaran pragmatis adalah teori yang berpandangan bahwa arti dari ide dibatasi oleh referensi pada konsekuensi ilmiah, personal atau sosial. Benar tidaknya suatu dalil atau teori tergantung kepada berfaedah tidaknya dalil atau teori tersebut bagi manusia untuk kehidupannya. Kebenaran suatu pernyataan harus bersifat fungsional dalam kehidupan praktis. Teori Pragmatis (The Pragmatic Theory of Truth) memandang bahwa “kebenaran suatu pernyataan diukur dengan kriteria apakah pernyataan tersebut bersifat fungsional dalam kehidupan praktis”; dengan kata lain, “suatu pernyataan adalah benar jika pernyataan itu mempunyai kegunaan praktis dalam kehidupan manusia”.
Pragmatisme menantang segala otoritanianisme, intelektualisme dan rasionalisme. Bagi mereka ujian kebenaran adalah manfaat (utility), kemungkinan dikerjakan (workability) atau akibat yang memuaskan (Titus, 1987:241), Sehingga dapat dikatakan bahwa pragmatisme adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa yang benar ialah apa yang membuktikan dirinya sebagai benar dengan perantaraan akibat-akibatnya yang bermanfaat secara praktis. Pegangan pragmatis adalah logika pengamatan dimana kebenaran itu membawa manfaat bagi hidup praktis dalam kehidupan manusia. Kata kunci teori ini adalah: kegunaan (utility), dapat dikerjakan (workability), akibat atau pengaruhnya yang memuaskan (satisfactory consequencies). Teori ini pada dasarnya mengatakan bahwa suatu proposisi benar dilihat dari realisasi proposisi itu. Jadi, benar-tidaknya tergantung pada konsekuensi, kebenaran suatu pernyataan diukur dengan kriteria apakah pernyataan tersebut bersifat fungsional dalam kehidupan praktis, sepanjang proposisi itu berlaku atau memuaskan.
Menurut teori pragmatis, “kebenaran suatu pernyataan diukur dengan kriteria apakah pernyataan tersebut bersifat fungsional dalam kehidupan praktis. Artinya, suatu pernyataan adalah benar, jika pernyataan itu atau konsekuensi dari pernyataan itu mempunyai kegunaan praktis bagi kehidupan manusia” . Dalam pendidikan, misalnya di UIN, prinsip kepraktisan (practicality) telah mempengaruhi jumlah mahasiswa pada masing-masing Fakultas. Tarbiyah lebih disukai, karena pasar kerjanya lebih luas daripada fakultas lainnya. Mengenai kebenaran tentang “Adanya Tuhan” atau menjawab pertanyaan “Does God exist ?”, para penganut paham pragmatis tidak mempersoalkan apakah Tuhan memang ada baik dalam ralitas atau idea (whether really or ideally). Yang menjadi perhatian mereka adalah makna praktis atau dalam ungkapan William James “ ….they have a definite meaning for our ptactice. We can act as if there were a God”. Dalam hal ini, menurut penganut pragmatis, kepercayaan atau keyakinan yang membawa pada hasil yang terbaik; yang menjadi justifikasi dari segala tindakan kita; dan yang meningkatkan suatu kesuksesan adalah kebenaran. Teori pragmatis meninggalkan semua fakta, realitas maupun putusan/hukum yang telah ada. Satu-satunya yang dijadikan acuan bagi kaum pragmatis ini untuk menyebut sesuatu sebagai kebenaran ialah jika sesuatu itu bermanfaat atau memuaskan.
Apa yang diartikan dengan benar adalah yang berguna (useful) dan yang diartikan salah adalah yang tidak berguna (useless). Karena istilah “berguna” atau “fungsional” itu sendiri masih samar-samar, teori ini tidak mengakui adanya kebenaran yang tetap atau mutlak. Pragmatisme memang benar untuk menegaskan karakter praktis dari kebenaran, pengetahuan, dan kapasitas kognitif manusia. Tapi bukan berarti teori ini merupakan teori yang terbaik dari keseluruhan teori. Kriteria pragmatisme juga diergunakan oleh ilmuan dalam menentukan kebenaran ilmiah dalam prespektif waktu. Secara historis pernyataan ilmiah yang sekarang dianggap benar suatu waktu mungkin tidak lagi demikian. Dihadapkan dengan masalah seperti ini maka ilmuan bersifat pragmatis selama pernyataan itu fungsional dan mempunyai kegunaan maka pernyataan itu dianggap benar, sekiranya pernyataan itu tidak lagi bersifat demikian, disebabkan perkembangan ilmu itu sendiri yang menghasilkan pernyataan baru, maka pernyataan itu ditinggalkan, demikian seterusnya.

Teori Struktural Paradigmatik
Suatu teori dinyatakan benar jika teori itu berdasarkan pada paradigma atau perspektif tertentu dan ada komunitas ilmuwan yang mengakui atau mendukung paradigma tersebut.
Banyak sejarawan dan filosof sains masa kini menekankan bahwa serangkaian fenomena atau realitas yang dipilih untuk dipelajari oleh kelompok ilmiah tertentu ditentukan oleh pandangan tertentu tentang realitas yang telah diterima secara apriori oleh kelompok tersebut. Pandangan apriori ini disebut paradigma oeh Kuhn dan world view oleh Sardar. Paradigma ialah apa yang dimiliki bersama oleh anggota-anggota suatu masyarakat sains atau dengan kata lain masyarakat sains adalah orang-orang yang memiliki suatu paradigma bersama.
Masyarakat sains bisa mencapai konsensus yang kokoh karena adanya paradigma. Sebagai konstelasi komitmen kelompok, paradigma merupakan nilai-nilai bersama yang bisa menjadi determinan penting dari perilaku kelompok meskipun tidak semua anggota kelompok menerapkannya dengan cara yang sama. Paradigma juga menunjukkan keanekaragaman individual dalam penerapan nilai-nilai bersama yang bisa melayani fungsi-fungsi esensial ilmu pengetahuan. Paradigma berfungsi sebagai keputusan yuridiktif yang diterima dalam hukum tak tertulis.
Pengujian suatu paradigma terjadi setelah adanya kegagalan berlarut-larut dalam memecahkan masalah yang menimbulkan krisis. Pengujian ini adalah bagian dari kompetisi di antara dua paradigma yang bersaingan dalam memperebutkan kesetiaan masyarakat sains. Falsifikasi terhadap suatu paradigma akan menyebabkan suatu teori yang telah mapan ditolak karena hasilnya negatif. Teori baru yang memenangkan kompetisi akan mengalami verifikasi. Proses verifikasi-falsifikasi memiliki kebaikan yang sangat mirip dengan kebenaran dan memungkinkan adanya penjelasan tentang kesesuaian atau ketidaksesuaian antara fakta dan teori. Perubahan dari paradigma lama ke paradigma baru adalah pengalaman konversi yang tidak dapat dipaksakan. Adanya perdebatan antar paradigma bukan mengenai kemampuan relatif suatu paradigma dalam memecahkan masalah, tetapi paradigma mana yang pada masa mendatang dapat menjadi pedoman riset untuk memecahkan berbagai masalah secara tuntas. Adanya jaringan yang kuat dari para ilmuwan sebagai peneliti konseptual, teori, instrumen, dan metodologi merupakan sumber utama yang menghubungkan ilmu pengetahuan dengan pemecahan berbagai masalah.

Teori Performatik
Teori ini menyatakan bahwa kebenaran diputuskan atau dikemukakan oleh pemegang otoritas tertentu. Contoh pertama mengenai penetapan 1 Syawal. Sebagian muslim di Indonesia mengikuti fatwa atau keputusan MUI atau pemerintah, sedangkan sebagian yang lain mengikuti fatwa ulama tertentu atau organisasi tertentu. Contoh kedua adalah pada masa rezim orde lama berkuasa, PKI mendapat tempat dan nama yang baik di masyarakat. Ketika rezim orde baru, PKI adalah partai terlarang dan semua hal yang berhubungan atau memiliki atribut PKI tidak berhak hidup di Indonesia. Contoh lainnya pada masa pertumbuhan ilmu, Copernicus (1473-1543) mengajukan teori heliosentris dan bukan sebaliknya seperti yang difatwakan gereja. Masyarakat menganggap hal yang benar adalah apa-apa yang diputuskan oleh gereja walaupun bertentangan dengan bukti-bukti empiris.
Dalam fase hidupnya, manusia kadang kala harus mengikuti kebenaran performatif. Pemegang otoritas yang menjadi rujukan bisa pemerintah, pemimpin agama, pemimpin adat, pemimpin masyarakat, dan sebagainya. Kebenaran performatif dapat membawa kepada kehidupan sosial yang rukun, kehidupan beragama yang tertib, adat yang stabil dan sebagainya.
Masyarakat yang mengikuti kebenaran performatif tidak terbiasa berpikir kritis dan rasional. Mereka kurang inisiatif dan inovatif, karena terbiasa mengikuti kebenaran dari pemegang otoritas. Pada beberapa daerah yang masyarakatnya masih sangat patuh pada adat, kebenaran ini seakan-akan kebenaran mutlak. Mereka tidak berani melanggar keputusan pemimpin adat dan tidak terbiasa menggunakan rasio untuk mencari kebenaran.

PENUTUP
Dalam kenyataannya kini, kriteria kebenaran cenderung menekankan satu atu lebih dati tiga pendekatan (1) yang benar adalah yang memuaskan keinginan kita, (2) yang benar adalah yang dapat dibuktikan dengan eksperimen, (3) yang benar adalah yang membantu dalam perjuangan hidup biologis. Oleh karena teori-teori kebenaran (koresponden, koherensi, dan pragmatisme) itu lebih bersifat saling menyempurnakan daripada saling bertentangan, maka teori tersebut dapat digabungkan dalam suatu definisi tentang kebenaran. kebenaran adalah persesuaian yang setia dari pertimbangan dan ide kita kepada fakta pengalaman atau kepada alam seperti adanya. Akan tetapi karena kita dengan situasi yang sebenarnya, maka dapat diujilah pertimbangan tersebut dengan konsistensinnya dengan pertimbangan-pertimbangan lain yang kita anggap sah dan benar, atau kita uji dengan faidahnya dan akibat-akibatnya yang praktis.
Uraian dan ulasan mengenai berbagai teori kebenaran di atas telah menunjukkan kelebihan dan kekurangan dari berbagai teori kebenaran. Teori Kebenaran Kelebihan Kekurangan Korespondensi sesuai dengan fakta dan empiris kumpulan fakta-fakta Koherensi bersifat rasional dan Positivistik Mengabaikan hal-hal non fisik Pragmatis fungsional-praktis tidak ada kebenaran mutlak Performatif Bila pemegang otoritas benar, pengikutnya selamat Tidak kreatif, inovatif dan kurang inisiatif Konsensus Didukung teori yang kuat dan masyarakat ilmiah Perlu waktu lama untuk menemukan kebenaran.

DAFTAR PUSTAKA
Inu kencana Syafi’i, Filsafat kehidupan (Prakata), Jakarta: Bumi Aksara, 1995.
Abbas, H.M., 1997, “Kebenaran Ilmiah” dalam: Filsafat Ilmu Sebagai Dasar Pengembangan Ilmu Pengetahuan, Intan Pariwara, Yogyakarta.
Awing, A.C., The Fundamental Questions of Philosophy, London: Routledge and Kegan Paul, 1951.
Titus, Harold H., dkk., Living Issues in Philasophy, Lihat juga Terj. H. M. Rasyidi, Persoalan-Persoalan Filsafat, Jakarta: Bulan Bintang, 1987.
Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat II, Yogyakarta: Kanisius, 1980.
Suriasumantri, Junjun S. 1984. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
William James. The varieties of religious experience. New York: The Penguin American Library. 1982.
Jujun S. Sumiasumantri. Filsafat Ilmu,Sebuah Pengantar Populer, Jakarata: Pustaka Sinar harapan, 1990

Epistimologi Pengetahuan

Epistimologi Pengetahuan
Dalam pembahasan filsafat, epistemologi dikenal sebagai cabang dari filsafat. Cabang filsafat disamping meliputi epistemologi, juga ontologi dan aksiologi. Epistemologi adalah teori pengetahuan, yaitu membahas tentang bagaimana cara mendapatkan pengetahuan dari objek yang ingin dipikirkan. Ontologi adalah teori tentang “ada”, yaitu tentang apa yang dipikirkan, yang menjadi objek pemikiran. Sedangkan aksiologi adalah teori tentang nilai yang membahas tentang manfaat, kegunaan maupun fungsi dari objek yang dipikirkan itu. Oleh karena itu, ketiga cabang ini biasanya disebutkan secara berurutan, mulai dari ontologi, epistemologi, kemudian aksiologi. Dengan gambaran sederhana dapat dikatakan, ada sesuatu yang dipikirkan (ontologi), lalu dicari cara-cara memikirkannnya (epistemologi), kemudian timbul hasil pemikiran yang memberikan suatu manfaat atau kegunaan (aksiologi).
1.      Pengertian Epistemologi
Secara etimologi , istilah epistemologi berasal dari kata Yunani episteme, yang artinya pengetahuan, dan logos yang artinya ilmu atau teori. Jadi epistemologi dapat didefinisikan sebagai cabang filsafat yang mempelajari asal mula atau sumber, struktur, metode, dan syahnya (validitas) pengetahuan. Epistemologi dapat diartikan sebagai teori pengetahuan yang benar (Theory of knowledges)
Menurut Conny Semiawan dkk, (2005: 157) epistemologi adalah cabang filsafat yang menjelaskan tentang masalah-masalah filosofis sekitar teori pengetahuan. Epistemologi memfokuskan pada makna pengetahuan yang dhubungkan dengan konsep, sumber dan kriteria pengetahuan, jenis pengetahuan dan sebagainya.
Menurut Poedjiadi (2001: 13) epistemologi adalah cabang filsafat yang membahas tentang pengetahuan, adapun yang dibahas antar lain adalah asal mula, bentuk atau struktur, dinamika, validitas, dan metodologi, yang bersama-sama membentuk pengetahuan manusia.
2.      Pengetahuan
Secara etimologi, pengetahuan berasal dari kata dalam bahasa inggris yaitu knowledge. Dalam Encyclopedia of Philosophy dijelaskan bahwa definisi pegetahuan adalah kepercayaan yang benar (knowledge is justified true belief).
Pengetahuan adalah suatu istilah yg digunakan untuk menuturkan apabila seseorang mengenal tentang  sesuatu. Sesuatu yang menjadi pengetahuanya adalah yang terdiri dari unsur yang mengetahui dan yang diketahui serta kesadaran mengenai hal yang ingin diketahuinya. Maka pengetahuan selalu menuntut adanya subyek yang mempunyai kesadaran untuk ingin mengetahui tentang sesuatu dan objek sebagai hal yang ingin diketahuinya. Jadi pengetahuan adalah hasil usaha manusia untuk memahami suatu objek tertentu.
Pada dasarnya pengetahuan merupakan hasil tahu manusia terhadap sesuatu, atau segala perbuatan manusia untuk memahami suatu objek tertentu. Pengetahuan dapat berwujud barang-barang baik lewat indera maupun lewat akal, dapat pula objek yang dipahami oleh manusia berbentuk ideal, atau yang bersangkutan dengan masalah kejiwaan. Terjadinya pengetahuan dapat bersifat:
 a priori yang berarti pengetahuan yang terjadi tanpa adanya atau melalui pengalaman, baik pengalaman indera maupun pengalaman batin.
a posteriori pengetahuan yang terjadi karena adanya pengalaman.
Menurut John Hospers dan knight (1982) terjadinya pengetahuan memerlukan alat, alat yang dimaksud ialah :
Pengalaman indera (sense experience).  Sumber pengetahuan yang berupa alat2 untuk menangkap objek pengetahuan dari luar diri manusia melalui kekuatan indra.
Nalar (Reason), merupakan suatu corak berfikir untuk menggabungkan dua pengetahuan atau lebih dengan maksud untuk memperoleh pengetahuan baru.
Otoritas (authority), pengetahuan yang terjadi karena wibawa seseorang sehingga orang lain mempunyai pengetahuan.
Intuisi (intuition), pengetahuan berasal dari kemampuan manusia yang berupa proses kejiwaan dengan tanpa suatu rangsangan atau stimulus.
Wahyu (revelation), pengetahuan diperoleh dari kepercayaan terhadap sesuatu yang diyakini berasal dari Tuhan melalui rasul.
Keyakinan (Faith).  Keyakinan merupakan kemampuan yang ada pada diri manusia yang diperoleh melalui kepercayaan.
Pengetahuan yang diperoleh oleh manusia melalui akal, indera, dan lain-lain mempunyai metode tersendiri dalam teori pengetahuan, diantaranya adalah sebagai berikut:
Metode Induktif
Induksi yaitu suatu metode yang menyampaikan pernyataan-pernyataan hasil observasi dan disimpulkan dalam suatu pernyataan yang lebih umum. Yang bertolak dari pernyataan-pernyataan tunggal sampai pada pernyataan-pernyataan universal.
Dalam induksi, setelah diperoleh pengetahuan, maka akan dipergunakan hal-hal lain, seperti ilmu mengajarkan kita bahwa kalau logam dipanasi ia akan mengembang, bertolak dari teori ini akan tahu bahwa logam lain yang kalau dipanaskan juga akan mengembang. Dari contoh diatas bias dketahui bahwa logam lain yang kalau dipanaskan juga akan mengembang.
Metode deduksi
Deduksi ialah suatu metode yang menyimpulkan bahwa data-data empiris diolah lebih lanjut dalam suatu system pernyataan yang runtut. Hal-hal yang harus ada dalam metode deduktif ialah adanya perbandingan logis anatara kesimpulan-kesimpulan itu sendiri. Ada penyelidikan bentuk logis teori itu dengan tujuan apakah teori tersebut mempunyai sifat empiris atau ilmiah, ada perbandingan dengan teori-teori lain dan ada pengujian teori dengan jalan menerapkan secara empiris kesimpulan-kesimpulan yang bias ditarik dari teori tersebut.
Metode Positivisme
Metode ini dikeluarkan oleh August Comte (1798-1857). Metode ini berpangkal dari apa yang tlah diketahui, yang factual, yang positif. Ia mengesampingkan segala uraian diluar yang ada sebagai fakta. Oleh karena itu, ia menolak metafisika. Apa yang diketahui secara positif, adalah segala yang tampak dan segala gejala. Dengan demikian metode ini dalam bidang filsafat dan ilmu pengetahuan dibatasi kepada bidang gejala-gejala saja.
Metode Kontemplatif
Metode ini mengatakan adanya keterbatasan indera dan akal manusia untuk memperoleh pengetahuan, sehingga objek yang dihasilkan pun akan berbeda-beda, harusnya dikembangkan satu kemampuan akal yang disebut dengan intuisi. Pengetahuan yang diperoleh lewat intuisi ini bias diperoleh dengan cara berkontemplasi seperti yang dilakukan oleh Al-Ghazali.
Metode Dialektis
Dalam filsafat, dialektika mula-mula berarti metode Tanya jawab untuuk mencapai kejernihan filsafat. Metode ini diajarkan oleh Socrates. Namun Plato mengartikannya diskusi logika. Kini dialektika berarti tahap logika, yang mengajarkan kaidah-kaidah dan metode-metode penuturan, juga analisis sistematis tentang ide-ide untuk mencapai apa yang terkandung dalam pandangan.
 3.      Persyaratan Epistemologi
Suatu pengetahuan itu termasuk ilmu atau pengetahuan ilmiah apabila pengetahuaan itu dan cara memperolehnya telah memenuhi syarat tertentu.  Apabila syarat-syarat itu belum terpenuhi, maka suatu pengetahuan dapat digolongkan ke dalam pengetahuan lain yang bukan ilmu, walaupun bukan termasuk fisafat.
Menurut Conny R. Semiawan (2005: 99) syarat-syarat terpenting bagi suatu pengetahuan untuk dapat tergolong ke dalam ilmu pengetahuan atau pengetahuan ilmiah ialah dasar pembenaran, sifat sistematis, dan sifat intersubjektif.
Dasar Pembenaran
Dasar pembenaran menuntut pengaturan kerja ilmiah yang diarahkan pada perolehan derajat kepastian sebesar mungkin. Pernyataan harus dirasakan atas pemahaman apriori yang juga didasarkan atas hasil kajian empiris.
Pada umumnya ada tiga teori kebenaran, yaitu :
Teori kebenaran saling berhubungan (coherence Theory of truth)
Suatu proporsii itu benar apabila hal tersebut mempunyai hubungan dengaan ide-ide dari proporsi yang telah ada atau benar. Dengan kata lain, yaitu apabila proporsi itu mempunyai hubungan dengan proporsi yang terdahulu yang benar. Pembuktian teori kebenaran koherensi dapat melalui fakta sejarah dan logika.
Teori kebenaran saling berkesesuaian (correspondence theory of truth)
Suatu proporsi itu bernilai benar apabila proporsi itu saling berkesesuaian dengan kenyataan atau realitas. Kebenaran demikian dapat dibuktiikan secara langsung pada dunia kenyataan
Teori Kebenaran Inherensi (Inherent theory of truth)
Suatu proporsi memiliki nilai kebenaran apabila memiliki akibat atau konsekuensi-konsekuensi yang bermanfaat, maksudnya ialah hal tersebut dapat dipergunakan.
Sistematik
Semantik dan sistematis masing-masing menunjuk pada susunan pengetahuan yang didasarkan pada penyelidikan (research) ilmiah yang keterhubungannya merupakan suatu kebulatan melalui komparasi dan generalisasi secara teratur.
Sifat Intersubjektif
Sifat intersubjektif ilmu atau pengetahuan tidak dirasakan atas intuisi dan sifat subjektif orang seorang, namun harus ada kesepakatan dan pengakuan akan kadar kebenaran dari ilmu itu didalam setiap bagian dan didalam hubungan menyeluruh ilmu tersebut, sehingga tercapai intersubjektivitas. Istilah Intersubjektivitas lebih eksplisit menunjukkan bahwa pengetahuan yang telah diperoleh seorang subjek harus mengalami verifikasi oleh subjek-subjek lain supaya pengetahuan itu lebih terjamin keabsahan dan kebenarannya.
 4.      Landasan Epistemologi
Landasan epistemologi ilmu disebut metode ilmiah; yaitu cara yang dilakukan ilmu dalam menyusun pengetahuan yang benar. Metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu. Jadi, ilmu pengetahuan merupakan pengetahuan yang didapatkan lewat metode ilmiah. Tidak semua pengetahuan disebut ilmiah, sebab ilmu merupakan pengetahuan yang cara mendapatkannya harus memenuhi syarat-syarat tertentu seperti yang telah dikemukakan pada pembahasan sebelumnya. Syarat-syarat yang harus dipenuhi agar suatu pengetahuan bisa disebut ilmu yang tercantum dalam metode ilmiah. Dengan demikian, metode ilmiah merupakan penentu layak tidaknya pengetahuan menjadi ilmu, sehingga memiliki fungsi yang sangat penting dalam bangunan ilmu pengetahuan. Metode ilmiah telah dijadikan pedoman dalam menyusun, membangun dan mengembangkan pengetahuan ilmu.
Menurut Burhanudin Salam Metode ilmiah dapat dideskripsikan dalam langkah-langkah sebagai berikut :
Penemuan atau Penentuan masalah.
Di sini secara sadar kita menetapkan masalah yang akan kita telaah denga ruang lingkup dan batas-batasanya. Ruang lingkup permasalahan ini harus jelas. Demikian juga batasan-batasannya, sebab tanpa kejelasan ini kita akan mengalami kesukaran dalam melangkah kepada kegiatan berikutnya, yakni perumusan kerangka masalah;
Perumusan Kerangka Masalah
merupakan usaha untuk mendeskrisipakn masalah dengan lebih jelas. Pada langkah ini kita mengidentifikasikan faktor-faktor yang terlibat dalam masalah tersebut. Faktor-faktor tersebut membentuk suatu masalah yang berwujud gejala yang sedang kita telaah.
Pengajuan hipotesis
merupakan usaha kita untuk memberikan penjelasan sementara menge-nai hubungan sebab-akibat yang mengikat faktor-faktor yang membentuk kerangka masalah tersebut di atas. Hipotesis ini pada hakekatnya merupakan hasil suatu penalaran induktif deduktif dengan mempergunakan pengetahuan yang sudah kita ketahui kebenarannya.
Hipotesis dari Deduksi
merupakan merupakan langkah perantara dalam usaha kita untuk menguji hipotesis yang diajukan. Secara deduktif kita menjabarkan konsekuensinya secara empiris. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa deduksi hipotesis merupakan identifikasi fakta-fakta apa saja yang dapat kita lihat dalam dunia fisik yang nyata, dalam hubungannya dengan hipotesis yang kita ajukan.
Pembuktian hipotesis
merupakan usaha untuk megunpulkan fakta-fakta sebagaimana telah disebutkan di atas. Kalau fakta-fakta tersebut memag ada dalam dunia empiris kita, maka dinyatakan bahwa hipotesis itu telah terbukti, sebab didukung oleh fakta-fakta yang nyata. Dalam hal hipotesis itu tidak terbukti, maka hipotesis itu ditolak kebenarannya dan kita kembali mengajukan hipotesis yang lain, sampai kita menemukan hipotesis tertentu yang didukung oleh fakta.
Penerimaan Hipotesis menjadi teori Ilmiah
hipotesis yang telah terbukti kebenarannya dianggap merupakan pengetahuan baru dan diterima sebagai bagain dari ilmu. Atau dengan kata lain hipotesis tersebut sekarang dapat kita anggap sebagai (bagian dari) suatu teori ilmiah dapat diartikan sebagai suatu penjelasan teoritis megnenai suatu gejala tertentu. Pengetahuan ini dapat kita gunakan untuk penelaahan selanjutnya, yakni sebagai premis dalam usaha kita untuk menjelaskan berbagai gejala yang lainnya. Dengan demikian maka proses kegiatan ilmiah mulai berputar lagi dalam suatu daur sebagaimana yang telah ditempuh dalam rangka mendapakan teori ilmiah tersebut.
 5.      Aliran Epistemologi
Menurut Ahmad Tafsir (2005: 24-25) ada beberapa aliran yang mengkaji tentang cara memperoleh pengetahuan tersebut, antara lain aliran empirisme, rasionalisme, positivism, dan intuisionisme.
Aliran Empirisme.
Kata empiris ini berasal dari kata Yunani ‘empeirikos’ yang berarti pengalaman. Menurut aliran ini manusia memperoleh pengetahuan melalui pengalamannya. Penagalaman yang dimaksud adalah pengalaman inderawi. Sebagai contoh, manusia tahu garam itu asin karena ia mencicipinya.
Salah satu tokoh aliran empirisme ini adalah John Locke (1632-1704), mengemukakan bahwa manusia itu pda mulanya kosong dari pengetahuan, namun karena pengalamnlah ia memperoleh pengetahuan. Sesuatu yang tidak dapat diamati dengan indera bukanlah pengetahuan yang benar. Pengalaman indera itulah sumber pengetahuan yang benar.
Aliran Rasionalisme
Aliran rasionalisme mengajarkan bahwa mwlalui akalnya manusia dapat memperoleh pengetahuan. Pengetahuan yang benar diperoleh dan diukur dengan akal. Tokoh yang palingterkenal dalam aliran ini adalah Rene Descartes, yang hidup pada tahun 1596-1650.
Aliran rasionalisme menegaskan bahwa untuk sampainya manusia kepada kebenaran adalah semata-mata dengan akalnya. Namun demikian, aliran rasionalisme juga tidak mengingkari kegunaan indera dalam memperoleh pengetahuan; pengetahuan indera diperlukan untuk merangsang akal dan meberikan bahan-bahan yang menyebabkan akal dapat bekerja.
Aliran Positivisme
Aliran positivism ini lahir sebagai penyeimbang pertentangan yang terjadi antara aliran empirisme dan rasionalisme. Aliran Positivisme ini lahir berusaha menyempurnakan aliran empirisme dan rasionalisme, dengan cara memasukan perlunya eksperimen dan ukuran-ukuran.
Tokoh yang tergolong aliran positivism ini adalah August Comte(1798-1857). Comte berpendapat bahwa indera itu amatpenting dalam memperoleh pengetahuan, tetapi harus dipertajam dengan alat bantu dan diperkuat dengan eksperimen.
Aliran Intuisionisme
Tokoh dari aliran intuisionisme ini adalah Henri Bergson (1859-1941). Ia berkeyakinan bahwa akal dan indera memiliki keterbatasan. Karena menurutnya, objek-objek yang kita tangkap itu adalah objek yang selalu berubah. Jadi, pengetahuan yang telah dimiliki manusia tidak pernah tetap. Demikian halnya akal, akal hanya dapat memahami suatu objek bila ia mengonsentrasikan dirinya pada objek itu. Dengan menyadari keterbatasan indera dan akal seperti tersebut diatas, Bergson mengembangkan satu kemampuan tingkat tinggi yang dimiliki manusia, yaitu intuisi. Intuisi ini adalah hasil evolusi pemahaman yang tertinggi. Pengembangan kemampuan intuisi memerlukan suatu usaha. Usaha inilah yang dapat memahami kebenaran yang utuh, yang tetap. Intuisi ini menangkap objek secara langsung tanpa melalui pemikiran.
 KESIMPULAN
epistemologi adalah cabang filsafat yang membahas tentang pengetahuan, adapun yang dibahas antar lain adalah asal mula, bentuk atau struktur, dinamika, validitas, dan metodologi, yang bersama-sama membentuk pengetahuan manusia.
Pada dasarnya pengetahuan merupakan hasil tahu manusia terhadap sesuatu, atau segala perbuatan manusia untuk memahami suatu objek tertentu
syarat-syarat terpenting bagi suatu pengetahuan untuk dapat tergolong ke dalam ilmu pengetahuan atau pengetahuan ilmiah ialah dasar pembenaran, sifat sistematis, dan sifat intersubjektif.
Menurut Burhanudin Salam Metode ilmiah dapat dideskripsikan dalam langkah-langkah sebagai berikut :
Penemuan atau Penentuan masalah.
Perumusan Kerangka Masalah
c.       Pengajuan hipotesis
d.      Hipotesis dari Deduksi
Pembuktian hipotesis
Penerimaan Hipotesis menjadi teori Ilmiah

  REFERENSI
Susanto, A. 2011. Filsafat Ilmu, Suatu kajian dalam dimensi Ontologis, Epistemologis, dan Aksiologis. Jakarta : Bumi Aksara
http://www.blogger.com/profile/03249547895308622683noreply@blogger.com
Salam, Burhanudin. 1997. Logika Materiil (Filsafat Ilmu Pengetahuan). Jakarta:Rineka Cipta
http://blog.umy.ac.id/wiwinsundari/2011/11/17/epistemologi-filsafat-pengetahuan/

Berpikir Filsafat

Berpikir Filsafat

Berfikir merupakan hal yang lazim dilakukan oleh semua orang, tidak hanya dari kalangan tertentu saja, tapi semua kalangan masyarakat. Tapi tidak semua dari mereka yang berfikir filsafat dalam kehidupan sehari-harinya. Berfikir filsafat sangatlah penting untuk semua orang dalam rangka menjalani aktivitas sehari-hari, atau untuk mencari solusi bagi sebuah permasalahan. Jika ditelaah secara mendalam, begitu banyak manfaat, serta pertanyaan-pertanyaan yang mungkin orang lain tidak pernah memikirkan jawabannya. Karena filsafat merupakan induk dari semua ilmu. Beberapa manfaat mahasiswa berfikir filsafat, yaitu mengajarkan cara berpikir kritis, sebagai dasar dalam mengambil keputusan, menggunakan akal secara proporsional, membuka wawasan berpikir menuju kearah penghayatan, dan masih banyak lagi. Itulah sebabnya mengapa setiap mahasiswa diharapkan untuk selalu berfikir filsafat kapanpun, dimanapun, dan dalam situasi apapun ia berada. Apalagi seorang Hakim yang harus selalu berfikir filsafat radikal, universal, konseptual, koheren/konsisten, dan sistematis dalam memutuskan suatu perkara.
Berfilsafat itu berarti berpikir, tapi berpikir itu tidak berarti berfilsafat. Hal ini disebabkan oleh berfilsafat berarti berpikir artinya dengan bermakna dalam arti berpikir itu ada manfaat, makna, dan tujuannya, sehingga mudah untuk direalisasikan dari berpikir itu karena sudah ada acuan dan tujuan yang pasti/sudah ada planning dan contohnya, dan yang paling utama hasil dari berpikir itu bermanfaat bagi orang banyak, tapi berpikir tidak berarti berfilsafat, karena isi dari berpikir itu belum tentu bermakna atau mempunyai tujuan yang jelas atau mungkin hanya khayalan saja.
Filsafat membawa kita berpikir secara mendalam, maksudnya untuk mencari kebenaran substansial atau kebenaran yang sebenarnya dan mempertimbangkan semua aspek, serta menuntun kita untuk mendapatkan pemahaman yang lengkap.
A. Ciri-ciri Berpikir Filsafat 
Orang yang berpikir filsafat paling tidak harus mengindahkan ciri-ciri berpikir sebagai berikut:
1. Berpikir filsafat Radikal. Yaitu berpikir sampai keakar-akarnya, sampai pada hakekat atau sustansi, esensi yang dipikirkan. Sifat filsafat adalah radikal atau mendasar, bukan sekedar mengetahui mengapa sesuatu menjadi demikian, melainkan apa sebenarnya sesuatu itu, apa maknanya.
2. Berpikir filsafat Universal. Yaitu berpikir kefilsafatan sebagaimana pengalaman umumnya.
Misalnya melakukan penalaran dengan menggunakan rasio atau empirisnya, bukan menggunakan intuisinya. Sebab, orang yang dapat memperoleh kebenaran dengan menggunakan intuisinya tidaklah umum di dunia ini. Hanya orang tertentu saja.
3. Berpikir filsafat Konseptual. Yaitu dapat berpikir melampaui batas pengalaman sehari-hari manusia, sehingga menghasilkan pemikiran baru yang terkonsep.
4. Berpikir filsafat Koheren dan Konsisten. Yaitu berpikir kefilsafatan harus sesuai dengan kaedah berpikir (logis) pada umumnya dan adanya saling kait-mait antara satu konsep dengan konsep lainnya.
5. Berpikir filsafat Sistematis. Yaitu dalam berpikir kefilsafatan antara satu konsep dengan konsep yang lain memiliki keterkaitan berdasarkan azas keteraturan untuk mengarah suatu tujuan tertentu.
6. Berpikir filsafat Komprehensif. Yaitu dalam berpikir filsafat, hal, bagian, atau detail-detail yang dibicarakan harus mencakup secara menyeluruh sehingga tidak ada lagi bagian-bagian yang tersisa ataupun yang berada diluarnya.
7. Berpikir filsafat Bebas. Yaitu dalam berpikir kefilsafatan tidak ditentukan, dipengaruhi, atau intervensi oleh pengalaman sejarah ataupun pemikiran-pemikiran yang sebelumnya, nilai-nilai kehidupan social budaya, adat istiadat, maupun religious.
8. Berpikir filsafat Bertanggungjawab. Yaitu dalam berpikir kefilsafatan harus bertanggungjawab terutama terhadap hati nurani dan kehidupan sosial.
B. Penalaran
1. Hakikat Penalaran
Penalaran merupakan suatu kegiatan berpikir yang mempunyai karakteristik tertentu dalam menemukan kebenaran. Penalaran merupakan proses berpikir dalam menarik suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan.
2. Ciri-ciri Penalaran
Adanya suatu pola berpikir yang secara luas dapat disebut logika (penalaran merupakan suatu proses berpikir logis).
Sifat analitik dari proses berpikir. Analisis pada hakikatnya merupakan suatu kegiatan berpikir berdasarkan langkah-langkah tertentu. Perasaan intuisi merupakan cara berpikir secara analitik.
Cara berpikir masyarakat dapat dibagi menjadi 2, yaitu : Analitik dan Non analitik. Sedangkan jika ditinjau dari hakekat usahanya, dapat dibedakan menjadi : Usaha aktif manusia dan apa yang diberikan.
Penalaran Ilmiah sendiri dapat dibagi menjadi 2, yaitu :
Deduktif yang berujung pada rasionalisme
Induktif yang berujung pada empirisme
C. Logika
Logika berasal dari bahasa Yunani yaitu LOGOS yang berarti ilmu. Logika pada dasarnya filsafat berpikir. Berpikir berarti melakukan suatu tindakan yang memiliki suatu tujuan. Jadi pengertian Logika adalah ilmu berpikir / cara berpikir dengan berbagai tindakan yang memiliki tujuan tertentu.
Logika induksi : Cara berfikir dimana ditarik suatu kesimpulan yang bersifat umum dari berbagai kasus yang bersifat individual.
Logika deduktif : Cara berfikir dimana dari pernyataan yang bersifat umum ditarik kesimpulan yang bersifat khusus.
D. Teori Kebenaran
Teori kebenaran Korespondensi. Yaitu pengetahuan mempunyai nilai benar apabila pengetahuan itu mempunyai saling kesesuaian dengan obyek atau kenyataan yang diketahui. Contoh: Gigi berada didalam mulut, tidak dikaki.
Teori kebenaran Koherensi. Yaitu pengetahuan mempunyai nilai benar apabila pengetahuan itu mempunyai hubungan dengan pengetahuan yang sudah ada sebelumnya dan dinyatakan pula bernilai benar.
Teori kebenaran Pragmatis. Yaitu pengetahuan bernilai benar apabila pengetahuan itu dinyatakan dapat dipergunakan dalam kebutuhan hidup sehari-hari. Dalam hal ini kebenaran pragmatis tidak mempermasalahkan pentingnya hakikat kebenaran, tetapi yang lebih diutamakan adalah tentang berguna atau tidaknya suatu pengetahuan itu. Contoh: Pena dianggap benar bila dapat digunakan untuk menulis. 
Teori kebenaran Sintaksis. Yaitu pengetahuan atau pernyataan dapat bernilai benar apabila pengetahuan atau pernyataan itu tersusun sedemikian rupa sesuai dengan aturan tata bahasa yang berlaku. Contoh: adanya perbedaan makna antara kalimat ‘seorang dokter mengoperasi pasien di ruang operasi’ dan ‘seorang dokter mengoperasi, pasien di ruang operasi’. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan susunan kalimat. 
Teori kebenaran Semantis. Yaitu suatu pengetahuan atau pernyataan bernilai benar apabila pengetahuan atau pernyataan itu memiliki arti dengan menunjukkan makna yang sesungguhnya berdasarkan kenyataan atau hal yang diacu. Contoh: meja tulis, meja makan, meja computer, dsb. 
Teori kebenaran Non-Deskripsi. Yaitu suatu pengetahuan atau pernyataan bernilai benar apabila pengetahuan atau pernyataan itu memiliki fungsi yang amat praktis dalam kehidupan sehari-hari yang merupakan kesepakatan bersama untuk menggunakannya. Contoh: Petani menanam jagung (tapi sebenarnya yang ditanam adalah bibit jagung, untuk diharapkan menjadi jagung nantinya). 
Teori kebenaran Logis yang berlebihan. Yaitu suatu pengetahuan atau pernyataan sudah bernilai benar dengan sendirinya. Contoh: Lingkaran adalah bulat, maju ke depan, mundur ke belakang, dan sebagainya.
E. Sumber Pengetahuan
Sumber pengetahuan dalam dunia ini berawal dari sikap manusia yang meragukan setiap gejala yang ada di alam semesta ini. Manusia tidak mau menerima saja hal-hal yang ada termasuk nasib dirinya sendiri. Rene Descarte pernah berkata “DE OMNIBUS DUBITANDUM” yang mempunyai arti bahwa segala sesuatu harus diragukan. Persoalan mengenai criteria untuk menetapkan kebenaran itu sulit dipercaya. Dari berbagai aliran maka muncullah pula berbagai kriteria kebenaran.4
Pengetahuan bukanlah sekedar pertemuan antara subyek yang mengetahui dengan obyek yang diketahui, tetapi pengetahuan adalah persatuan antara subyek yang mengetahui dengan obyek yang diketahui. Namun dalam pertemuan ini subyek tidak melebur jadi obyek, atau sebaliknya obyek tidak melebur jadi subyek.
Dalam kehidupan sehari-hari, pengertian tentang pengetahuan dibedakan orang menjadi pengetahuan biasa atau pengetahuan sehari-hari dan pengetahuan yang disebut ilmu atau ilmu pengetahuan. Pengetahuan biasa tidak memiliki syarat-syarat tertentu. Sedangkan ilmu pengetahuan memiliki persyaratan tertentu, yakni : Bersifat obyektif;  Bersifat universal; Memiliki metode; Sistematis

Perbedaan Filsafat dengan Ilmu Pengetahuan

Perbedaan Filsafat dengan Ilmu Pengetahuan

Filsafat menggarap bidang yang luas dan umum, sedangkan ilmu pengetahuan membahas bidang-bidang yang khusus dan terbatas. Tujuannya pun lain, filsafat bertujuan mencari pemahaman dan kebijaksanaan atau kearifan hidup. Sedangkan ilmu pengetahuan bertujuan untuk mengadakan deskripsi, prediksi, eksperimentasi, dan mengadakan kontrol. Ø Obyek material (lapangan) filsafat itu bersifat universal (umum), yaitu segala sesuatu yang ada (realita) sedangkan obyek material ilmu pengetahuan itu bersifat khusus dan empiris. Artinya ilmu pengetahuan hanya terfokus pada disiplin bidang masing-masing secara kaku dan terkotak-kotak, sedangkan kajian filsafat tidak terkotak-kotak dalam disiplin tertentu. Obyek formal (sudut pandangan) filsafat itu bersifat non fragmentaris, karena mencari pengertian dari segala sesuatu yang ada itu secara luas, mendalam, dan mendasar. Sedangkan ilmu pengetahuan bersifat fragmentaris, spesifik, dan intensif. Di samping itu, obyek formal ilmu pengetahuan bersifat teknik, yang berarti bahwa cara ide-ide manusia itu mengadakan penyatuan diri dengan realita. 
Ø Filsafat dilaksanakan dalam suasana pengetahuan yang menonjolkan daya spekulasi, kritis, dan pengawasan. Sedangkan ilmu pengetahuan haruslah diadakan riset lewat pendekatan trial and error. Oleh karena itu, nilai ilmu pengetahuan terletak pada kegunaan pragmatis, sedangkan kegunaan filsafat timbul dari nilainya.
Ø Filsafat memuat pertanyaan lebih jauh dan lebih mendalam berdasarkan pada pengalaman realitas sehari-hari, sedangkan ilmu pengetahuan bersifat diskursif, yaitu menguraikan secara logis yang di mulai dari tidak tahu menjadi tahu.
Ø Filsafat memberikan penjelasan yang mutlak dan mendalam sampai mendasar (primary cause) sedangkan ilmu pengetahuan menunjukkan sebab-sebab yang tidak begitu mendalam, yang lebih dekat, dan yang lebih sekunder (secondary cause). 
Ø Batas kajian filsafat adalah logika atau daya pikir manusia sedangkan batas kajian ilmu pengetahuan adalah fakta. 
Ø Ilmu pengetahuan menjawab pertanyaan why dan how sedangkan filsafat menjawab pertanyaan why, why, dan why dan seterusnya smpai jawaban paling akhir yang dapat diberikan oleh pikiran atau budi manusia.

Pengertian Filsafat Secara Etimologi dan Terminologi

Pengertian Filsafat Secara Etimologi dan Terminologi
Secara etimologi, istilah filsafat berasal dari bahasa Arab, yaitu falsafah atau juga dari bahasa Yunani yaitu philosophia – philien : cinta dan sophia : kebijaksanaan. Jadi bisa dipahami bahwa filsafat berarti cinta kebijaksanaan. Dan seorang filsuf adalah pencari kebijaksanaan, pecinta kebijaksanaan dalam arti hakikat.
Pengertian filsafat secara terminologi sangat beragam. Para filsuf merumuskan pengertian filsafat sesuai dengan kecenderungan pemikiran kefilsafatan yang dimilikinya. Seorang Plato mengatakan bahwa : Filsafat adalah pengetahuan yang berminat mencapai pengetahuan kebenaran yang asli. Sedangkan muridnya Aristoteles berpendapat kalau filsafat adalah ilmu ( pengetahuan ) yang meliputi kebenaran yang terkandung didalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika. Lain halnya dengan Al Farabi yang berpendapat bahwa filsafat adalah ilmu ( pengetahuan ) tentang alam maujud bagaimana hakikat yang sebenarnya.
Beberapa arti filsafat menurut para ahli:
Aristoteles ( (384 - 322 SM) : Bahwa kewajiban filsafat adalah menyelidiki sebab dan asas segala benda. Dengan demikian filsafat bersifat ilmu umum sekali. Tugas penyelidikan tentang sebab telah dibagi sekarang oleh filsafat dengan ilmu.
Cicero ( (106 – 43 SM ) : filsafat adalah sebagai “ibu dari semua seni “( the mother of all the arts“ ia juga mendefinisikan filsafat sebagai ars vitae (seni kehidupan )
Johann Gotlich Fickte (1762-1814 ) : filsafat sebagai Wissenschaftslehre (ilmu dari ilmu-ilmu , yakni ilmu umum, yang jadi dasar segala ilmu. Ilmu membicarakan sesuatu bidang atau jenis kenyataan. Filsafat memperkatakan seluruh bidang dan seluruh jenis ilmu mencari kebenaran dari seluruh kenyataan.
Paul Nartorp (1854 – 1924 ) : filsafat sebagai Grunwissenschat (ilmu dasar hendak menentukan kesatuan pengetahuan manusia dengan menunjukan dasar akhir yang sama, yang memikul sekaliannya .
Imanuel Kant ( 1724 – 1804 ) : Filsafat adalah ilmu pengetahuan yange menjadi pokok dan pangkal dari segala pengetahuan yang didalamnya tercakup empat persoalan.
Apakah yang dapat kita kerjakan ?(jawabannya metafisika )
Apakah yang seharusnya kita kerjakan (jawabannya Etika )
Sampai dimanakah harapan kita ?(jawabannya Agama )
Apakah yang dinamakan manusia ? (jawabannya Antropologi )
Notonegoro: Filsafat menelaah hal-hal yang dijadikan objeknya dari sudut intinya yang mutlak, yang tetap tidak berubah , yang disebut hakekat.
Driyakarya : filsafat sebagai perenungan yang sedalam-dalamnya tentang sebab-sebabnya ada dan berbuat, perenungan tentang kenyataan yang sedalam-dalamnya sampai “mengapa yang penghabisan“.
Sidi Gazalba: Berfilsafat ialah mencari kebenaran dari kebenaran untuk kebenaran, tentang segala sesuatu yang di masalahkan, dengan berfikir radikal, sistematik dan universal.
Harold H. Titus (1979 ): (1) Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepecayaan terhadap kehidupan dan alam yang biasanya diterima secara tidak kritis. Filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yang dijunjung tinggi; (2) Filsafat adalah suatu usaha untuk memperoleh suatu pandangan keseluruhan; (3) Filsafat adalah analisis logis dari bahasa dan penjelasan tentang arti kata dan pengertian ( konsep ); Filsafat adalah kumpulan masalah yang mendapat perhatian manusia dan yang dicirikan jawabannya oleh para ahli filsafat.
Hasbullah Bakry: Ilmu Filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai Ke-Tuhanan, alam semesta dan manusia sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana sikap manusia itu sebenarnya setelah mencapai pengetahuan itu.
Prof. Mr.Mumahamd Yamin: Filsafat ialah pemusatan pikiran , sehingga manusia menemui kepribadiannya seraya didalam kepribadiannya itu dialamiya kesungguhan.
Prof.Dr.Ismaun, M.Pd. : Filsafat ialah usaha pemikiran dan renungan manusia dengan akal dan qalbunya secara sungguh-sungguh , yakni secara kritis sistematis, fundamentalis, universal, integral dan radikal untuk mencapai dan menemukan kebenaran yang hakiki (pengetahuan, dan kearifan atau kebenaran yang sejati.
Bertrand Russel: Filsafat adalah sesuatu yang berada di tengah-tengah antara teologi dan sains. Sebagaimana teologi , filsafat berisikan pemikiran-pemikiran mengenai masalah-masalah yang pengetahuan definitif tentangnya, sampai sebegitu jauh, tidak bisa dipastikan;namun, seperti sains, filsafat lebih menarik perhatian akal manusia daripada otoritas tradisi maupun otoritas wahyu.

Filsafat Yunani Kuno

Filsafat Yunani Kuno

Filsafat lahir di Yunani pada abad ke-6 sebelum Masehi. Bagi masyarakat Yunani, filsafat bukan merupakan sebuah cabang ilmu pengetahuan seperti ilmu-ilmu pada umumnya. Bagi bangsa Yunani, filsafat adalah merupakan sesuatu yang meliputi segala pengetahuan ilmiah. Yunani merupakan tempat awal munculnya pemikiran ilmiah, sehingga dapat dikatakan bahwa Yunani adalah tempat dimana filsafat dan ilmu pengetahuan lahir. Untuk dapat lebih dimengerti, akan dijelaskan latar belakang munculnya filsafat di negeri Yunani berdasarkan ciri khas kebudayaannya.
a.       Mencari kebijaksaan
Kata “filsafat” dan “filsuf” berasal dari bahasa Yunani, philosophia dan philosophos, yang berarti pencinta kebijaksanaan. Nama filsuf pertama kalinya dipergunakan oleh Pythagoras. Tetapi kesaksian sejarah banyak tercampur dengan legenda-legenda sehingga seringkali kebenaran menjadi sulit dibedakan. Demikian juga dengan pernyataan di atas, bahwa Pythagoras-lah yang telah merumuskan sebutan tersebut. Hal yang pasti adalah bahwa nama filsafat dan filsuf  sudah digunakan pada masa Sokrates dan Plato (abad ke-5 SM). Dalam dialog Plato yang berjudul Phaidros terdapat kalimat : “Nama ‘orang bijaksana’ terlalu luhur untuk memanggil seorang manusia dan lebih cocok untuk Tuhan. Lebih baik ia dipanggil philosophos, pencinta kebijaksanaan. Nama ini lebih sesuai dengan makhluk insani”.
Dari perkataan tersebut, Plato menunjukkan suatu aspek penting dari istilah philosophia. Menurut pandangan Yunani, seorang yang memiliki kebijaksanaan, sudah melebihi kemampuan insani. Orang seperti itu telah melangkahi batas-batas yang ditentukan untuk nasibnya sebagai manusia. Memiliki kebijaksanaan berarti mencapai suatu status adimanusiawi. Hal tersebut sama saja dengan rasa sombong yang selalu ditakuti dan dihindari orang-orang Yunani. Manusia harus menghormati batas-batas yang berlaku bagi status insaninya. Karena ia hanya seorang manusia, bukan Tuhan. Ia harus puas dengan mengasihi kebijaksanaan, mencari dan mengejar kebijaksanaan tersebut. Namun tugas seperti itu tidak akan pernah selesai dan kebijaksanaan tidak akan pernah menjadi milik seseorang secara komplit dan definitif. Karena alasan tersebut maka orang Yunani memilih nama “filsafat” dan “filsuf”.

b.      Peristiwa ajaib
Munculnya filsafat di Yunani dapat dikatakan merupakan sebuah peristiwa yang ajaib, karena tidak ada alasan-alasan yang dapat diterima atau alasan-alasan yang dapat memuaskan untuk menjelaskan kejadian tersebut. Namun, ada beberapa faktor yang dapat menjelaskan hal tersebut, yaitu :
-          Mitologi. Mitologi merupakan perintis munculnya filsafat. Mite-mite memberi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang muncul dalam hati manusia. Misalnya, dari mana dunia ini? Bagaimana kejadian-kejadian dalam alam? Dan sebagainya. Melalui mite-mite manusia mencari penjelasan tentang asal-usul alam semesta dan tentang kejadian-kejadian yang berlangsung di dalamnya. Mite yang mencari keterangan tentang asal usul alam semesta disebut sebagai mite kosmogonis. Sedangkan mite yang mencari keterangan tentang asal usul serta sifat kejadian-kejadian dalam alam semesta disebut dengan mite kosmologis. Dalam mite-mite yang diceritakan oleh rakyat tersebut, bangsa Yunani berusaha menyusunnya menjadi menjadi suatu yang sistematis. Dalam usaha tersebut, maka hal tersebut sudah memperlihatkan bahwa bangsa Yunani memiliki sifat rasional.
-          Kesusastraan Yunani. Kesusastraan meliputi puisi-puisi, syair-syair, teka-teki, dongeng-dongeng, dan lain sebagainya. Syair-syair dan bentuk sastra lainnya tersebut banyak digunakan sebagai buku pendidikan untuk rakyat Yunani.
-          Pengaruh ilmu pengetahuan. Banyak ilmu yang pada masa itu sudah ada di Timur Kuno. Yunani banyak memperoleh unsur-unsur ilmu dari negara tersebut. Kemudian bangsa Yunani mengolah unsur-unsur tersebut dengan cara-cara yang tidak pernah terduga oleh bangsa Mesir dan Babylonia. Pada bangsa Yunani ilmu pengetahuan kemudian mendapat corak yang benar-benar ilmiah. Di negeri Yunani, ilmu pasti, astronomi dan ilmu pengetahuan pada umumnya mulai dipraktekkan demi ilmu pengetahuan itu sendiri, bukan demi keuntungan yang letaknya di luar ilmu pengetahuan itu sendiri. Mereka mulai mempelajari ilmu pengetahuan dengan tidak mencari untung atau melakukannya tanpa pamrih. Sedang pada bangsa Timur Kuno, ilmu pengetahuan dipraktekkan dalam istana-istana atas perintah dan di bawah pengawasan para raja.
c.       Mythos dan logos
Filsuf pertama menerima objek penyelidikannya dari mitologi, yaitu alam semesta dan kejadian-kejadian yang setiap orang dapat menyaksikan segala yang ada di dalamnya. Pada abad ke-6, mulai berkembang suatu pendekatan yang sangat berbeda. Sejak saat itu orang mulai mencari jawaban-jawaban rasional tentang masalah-masalah yang terjadi dalam alam semesta. Logos (akal budi, rasio) menggantikan mythos, kemudian lahirlah filsafat. Arti dari logos dalam hal ini memiliki makna lebih luas dari sekedar kata rasio. Logos memiliki arti baik kata (tuturan, bahasa) maupun juga rasio. Tetapi, apabila bertentangan dengan mythos, maka hal tersebut diterjemahkan sebagai logos dalam artian rasio.
d.      Sifat-sifat bangsa Yunani
-          Dari segi geografis. Daratan Yunani sebagian besar terdiri dari pegunungan yang gundul dan kurang sekali tanah yang dapat diolah. Itulah sebabnya orang Yunani, karena situasi geografis negeri mereka menjadi pelaut yang pandai. Apabila jumlah penduduk bertambah terlalu besar, sebagian terpaksa merantau ke daerah lain.
-          Dari segi politik-sosial. Bangsa Yunani selalu menyadari bahwa mereka berbeda dengan bangsa lain. Mereka tidak menyukai kekerasan, seperti bangsa Mesir dan Babylonia. Mereka menganggap bangsa tersebut terlalu asing dan keran sehingga bangsa Yunani menyebut mereka sebagai orang-orang Barbaros. Maksud kata Barbaros disini adalah seorang yang asing yang tidak dapat berbahasa Yunani. Namun dalam hal karya-karya seni, orang Yunani tidak pernah membedakan bangsa yang berbeda tersebut untuk mengagumi keindahan sebuah seni yang memiliki mutu tinggi. Bangsa Yunani tidak menyukai pola pemerintahan Timur Kuno yang bergantung kepada Raja.
Orang Yunani hidup dalam polis, yang berarti suatu rakyat yang hidup di negara kecil atau sebuah negara kota. Polis muncul sebagai suatu bentuk kemasyarakatan baru antara abad ke-8 dan ke-7 Sebelum Masehi. Polis ini cepat sekali berkembang sehingga tidak lama kemudian negeri Yunani terdiri dari ratusan negara-kota. Permukaan tanah polistidak besar. Suatu polis terdiri dari satu kota dan beberapa desa. Polis merupakan pusat segala kegiatan ekonomi, sosial, politik dan religius. Pada akhirnya polis menciptakan suatu iklim yang mempermudah munculnya sikap ilmiah. Dari polis ini kemudian logos mendapat kedudukan istimewa dalam masyarakat Yunani. Suasana umum atau terbuka pun menandai kehidupan sosial di negeri Yunani. Terakhir, dampak polis ini mengakibatkan semua warga negara menjadi sederajat. Tiap warga negara berkesempatan memainkan peranan dalam urusan kenegaraan, peperangan ataupun berkaitan dengan bakat masyarakatnya.
-          Dari segi kultural. Bangsa yang menciptakan filsafat dan ilmu pengetahuan, juga menghasilkan karya-karya seni yang mengagumkan. Ciptaan-ciptaan artistik Yunani memperlihatkan suatu suasana yang rasional karena ditandai oleh keseimbangan dan keselarasan yang tidak ada bandingannya dalam sejarah kesenian. Ciri khas kesenian Yunani adalah harmoni. Kemudian, struktur bahasa Yunani juga memperlihatkan suatu rasionalitas tertentu. Menurut mereka, bahasa Yunani cocok untuk mengekspresikan pikiran-pikiran dengan seksama dan jelas. Bahasa Yunani cocok untuk mrngungkapkan pikiran-pikiran yang abstrak.
e.       Sejarah filsafat Yunani
Apabila kita memandang pemikiran Yunani, kita tidak meninjau reruntuhan yang sudah lama ditinggalkan, melainkan kita menghadapi unsur-unsur yang sebagian besar menjadi batu bangunan untuk kultur modern. Maksudnya, sebagai contoh yaitu jika kita menuntut jalan pikiran yang logis, yang kita lakukan adalah meneruskan tradisi yang kita warisi dari orang Yunani. Banyak kategori atau cara pemikiran yang kita pakai dengan tidak disadari bahwa semua itu berasal dari kebudayaan Yunani. Setidaknya, orang Yunani memberi sumbangan besar bagi perkembangannya.
Mempelajari filsafat Yunani berarti menyaksikan kelahiran filsafat. Oleh sebab itu sebenarnya tidak ada pengantar filsafat yang lebih ideal dari pada studi mengenai pertumbuhan pemikiran filsafat di negeri Yunani. Pada umumnya filsafat Yunani membahas masalah-masalah filsafat yang hal itu masih saja dipersoalkan sampai hari ini. Tema-tema filsafat Yunani, seperti ada, menjadi, substansi, ruang, waktu, kebenaran, jiwa, pengenalan, Tuhan, dunia, merupakan tema-tema yang juga bagi sejarah filsafat lainnya. Dan filsafat sekarang juga masih tetap  bergumul dengan pertanyaan-pertanyaan yang sama dengan awal kelahiran filsafat sebelumnya.
Begitu banyak pendapat-pendapat yang diluncurkan dalam hal perdebatan tentang kemunculan filsafat atau filsafat Yunani kuno sendiri. Ketidakpastian begitu besar dan membingungkan. Tidak semua filsuf terdahulu meninggalkan pikiran-pikirannya dalam bentuk tulisan, walau sebarispun (Thales, Pythagoras, Sokrates). Untuk dapat mengetahui pemikiran-pemikiran mereka, kita hanya bisa percaya pada kesaksian-kesaksian orang lain yang membicarakan ajaran mereka. Adapun filsuf yang menuliskan karangan-karangannya, tetapi kebanyakan tulisan itu sudah hilang. Bagaimanapun, akhirnya kita hanya bisa puas dengan beberapa fragmen yang dikutip oleh pengarang lain. Namun, seorang sarjana Jerman akhirnya mampu meringankan tugas sejarawan dalam bidang filsafat Yunani. Ia adalah Hermann Diels (1848-1299). Ia mengumpulkan semua fragmen tentang filsuf-filsuf pra-sokratik dan mempelajari secara kritis semua kesaksian yang ditemuinya pada pengarang-pengarang kuno tentang ajaran filsuf-filsuf Yunani.
Adapun sumber filsuf Yunani yang terbesar adalah Plato, Aristoteles, dan Plotinos. Semua karya yang ditulis oleh Plato dan Plotinus masih kita miliki secara lengkap dan utuh. Sedangkan dari Aristoteles kita tidak lagi mempunyai beberapa karya yang diterbitkan pada masa mudanya, tetapi karya-karya filsafat yang paling penting semuanya tersimpan dengan baik.
Filsuf-Filsuf Pra-Sokratik
Periode Yunani Kuno juga disebut sebagai periode filsafat alam. Alasanny adalah karena pada periode ini ditandai dengan munculnya beberapa ahli pikir alam, dimana arah dan perhatian pemikirannya tertuju kepada apa yang diamati disekitarnya. Mereka banyak membuat pernyataan-pernyataan tentang gejala alam yang bersifat filsafati (berdasarkan akal pikir) dan tidak hanya berdasarkan pada  mitos. Mereka berusaha mencari asas yang pertama dari alam semesta yang sifatnya mutlak, yang berada di belakang segala sesuatu yang berubah.
Para pemikir filsafat yunani yang pertama berasal dari Miletos, sebuah kota perantauan Yunani yang terletak di pesisir Asia Kecil. Mereka kagum terhadap alam yang oleh nuansa dan ritual dan berusaha mencari jawaban atas apa yang ada di belakang semua materi itu. Adapun filsuf-filsuf pada masa Pra-Sokratik tersebut adalah sebagai berikut :
1.      Thales (625-545 SM)
Thales adalah seorang filsuf yang berasal dari Miletos, sebuah tempat di Asia Kecil. Thales termasuk filsuf yang mencari arkhe (asas atau prinsip) alam semesta, dan merupakan yang pertama dari filsuf-filsuf lainnya. Thales mengatakan bahwa seluruh alam semesta ini berawal dari air dan semuanya kembali lagi menjadi air. Anggapan tersebut disebutkan karena Ia berasumsi bahwa air mempunyai berbagai bentuk (cair, beku, uap). Aristoteles mengungkapkan alasan Thales beranggapan seperti itu adalah mungkin karena Thales berpikir bahwa bahan makanan semua makhluk memuat zat lembab dan demikian halnya juga dengan benih pada semua makhluk hidup.
Menurut Thales, bumi terletak di atas air. Hal ini harus dimengerti dalam hubungan dengan anggapannya bahwa semua berasal dari air. Selain itu Thales juga mengatakan bahwa “kesemuanya penuh dengan dewa-dewa/Tuhan-Tuhan”. Maksud dari perkataan tersebut adalah bahwa jagat raya ini berjiwa. Pendapat Thales tersebut seringkali disebut dengan “hylezoisme” atau teori mengenai materi yang hidup. Tidak ada kepastian bahwa anggapan-anggapan Thales tersebut dapat digabungkan dengan teori mengenai “jiwa dunia” dikemudian hari.


2.      Anaximandros (640-546 SM)
Anaximandros merupakan murid Thales. Anaximander berpendapat bahwa benda pembentuk dunia yang asli adalah apeiron, suatu substansi yang tidak memiliki batas atau definisi. Ia menjelaskan apeiron sebagai sesuatu yang mengelilingi segala sesuatu secara tak terbatas dan juga sebagai sesuatu makhluk dari mana semua langit dan dunia di dalamnya maujud (bumi, udara, api, dan air) bagaimanapun juga digerakkan oleh substansi yang tak terbatas.
Anaximandros memiliki jasa dalam bidang astronomi dan juga dalam bidang geografi. Ialah orang pertama yang membuat suatu peta bumi. Anaximander percaya bahwa bumi bentuknya bulat silinder, kedalamannya sepertiga dari lebarnya sehingga bumi seperti drum. Menurut Anaximender bumi tidak ditopang oleh apa-apa, tetapi tetap berada pada jarak yang sama dari semua benda. Sedangkan mengenai kehidupan, ia berpendapat bahwa semua makhluk hidup berasal dari air, dan bentuk hidup yang pertama adalah Ikan. Manusia pertama itu tumbuh dalam perut Ikan.
3.      Anaximenes (585-528 SM)
Anaximenes berpendapat bahwa segala sesuatu berasal dari udara, “seperti jiwa menjamin kesatuan tubuh kita, demikian pula udara melingkupi segala-galanya. Jiwa sendiri juga lain dari pada udara saja, yang dipupuk dengan bernafas”. Anaximenes mengemukakan persamaan antara tubuh manusia dan jagad raya. Udara di alam semesta, adalah ibarat jiwa yang dipupuk dengan pernapasan di dalam tubuh manusia. Kemudian hal tersebut menjadi awal mula hukum fisis pada alam semesta.
Anaximenes mengatakan bahwa bumi ini seperti meja bundar yang melayang di atas udara. Demikian pula dengan matahari, bulan dan bintang-bintang. “Laksana sehelai daun”, badan-badan jagat raya itu tidak terbenam di bawah bumi, sebagaimana yang dipikirkan Anaximandros, tetapi mengelilingi bumi yang datar. Matahari lenyap pada waktu malam karena tertutup di belakang bagian-bagian tinggi.
4.      Pythagoras (± 572-497 SM)
Pythagoras berpendapat bahwa jiwa tidak dapat mati, ia berpindah dari satu hewan ke hewan lain dan seterusnya seperti itu. Tetapi dengan mensucikan dirinya, jiwa dapat selamat dari Reinkarnasi itu. Penemuan Pythagoras melalui temuan interval-interval (jarak) utama dari berbagai nada yang diekspresikan dengan perbandingan dengan bilangan-bilangan, Ia menyatakan bahwa suatu gejala fisis dikusai oleh hukum matematis. Bahkan katanya, segala-galanya di jagad raya ini adalah berupa bilangan. Setiap bilangan dasar dari 1 sampai 10 mempunyai kekuatan dan arti sendiri-sendiri. Satu adalah asal mula segala sesuatu sepuluh, dan sepuluh adalah bilangan sempurna. Bilangan gasal (ganjil) lebih sempurna daripada bilangan genap dan identik dengan finite (terbatas). Salah seorang penganut Pythagoras mengatakan bahwa tuhan adalah bilangan tujuh, jiwa itu bilangan enam, badan itu bilangan empat.
Kemudian mengenai Kosmos, Pythagoras menyatakan untuk pertama kalinya, bahwa jagad raya bukanlah Bumi melainkan Hestia (Api), sebagaimana perapian merupakan pusat dari sebuah rumah. Ia mengatakan pertama kali bahwa alam semesta itu merupakan satu keseluruhan yang teratur, sesuatu yang harmonis seperti dalam musik. Keharmonisan tersebut dapat tercapai dengan menggabungkan hal-hal yang berlawanan, seperti : Terbatas – tak terbatas, ganjil – genap, satu – banyak, laki-laki – perempuan, diam – gerak, dan lain-lain.
Menurut Pythagoras kearifan yang sesungguhnya hanya dimilki oleh Tuhan saja, oleh karenanya Ia tidak mau disebut sebagai seorang yang arif seperti Thales, akan tetapi menyebut dirinya philosopos yaitu pencipta kearifan. Kemudian istilah inilah yang digunakan menjadi philosofia yang terjemahan harfiah dalah cinta kearifan atau kebjaksanaan sehingga sampai sekarang secara etimologis dan singkat sederhana filsafat dapat diartikan sebagai cinta kearifan atau kebijaksanaan (Love of Wisdom).
5.      Xenophanes (570 - ? SM)
Xenophanes lahir di Kolophon di Asia Kecil, kemudian mengembara ke negeri Yunani dan menulis syair pada usia 92 tahun. Ia seorang penyair yang bersifat kritis dan berkenalan dengan pikiran filsafat pada waktu itu. Kritiknya banyak pada bidang agama yang berbentuk puisi.
Pendapat Xenophanes yang termuat adalah kritiknya, yaitu membantah adanya antromorfosisme  Tuhan-Tuhan, yaitu Tuhan digambarkan sebagai (seakan-akan) manusia. Karena manusia selalu memiliki kecenderungan berfikir dan lain-lainnya. Ia juga membantah bahwa Tuhan bersifat kekal dan tidak mempunyai permulaan. Ia juga menolak anggapan bahwa Tuhan mempunyai jumlah yang banyak dan menekankan atas keeasaan Tuhan. Kritik ini ditujukan kepada anggapan-anggapan lama yang berdasarkan pada mitologi.
6.      Heraclitos (535 – 475 SM)
Heraclitos lahir di Epesus, sebuah kota perantauan di Asia Kecil dan merupakan kawan dari Pythagoras dan Xenophanes, akan tetapi ia lebih tua. Heraclitos berpendapat bahwa tidak ada yang kekal di alam. Segala sesuatu tentu mengalami perubahan, jadi segala sesuatu itu ialah perubahan itu sendiri. Perubahan dilambangkan sebagai sifat api karena itu dasar segala sesuatu adalah api. Adapun perubahan itu berlaku di bawah suatu hukum yang disebut logos (logos = pikiran yang benar)‏.
Menurut pendapatnya, di alam arche terkandung sesuatu yang hidup (seperti roh ) yang disebut sebagai logos ( akal atau semacam wahyu) . Logos inilah yang menguasai sekaligus mengendalikan keberadaan segala sesuatu. Hidup manusia akan selamat sesuai dengan logos, yaitu apabila sesuai dengan akal.
7.      Parmenides (540-475 SM)
Parmenides merupakan warga negara Elea, sebelah selatan Italia. Ia merupakan seorang tokoh relativisme yang sangat penting dan disebut sebagai filosof pertama dalam pengertian yang modern. Parmanides berpendapat bahwa “yang ada itu memanglah ada, dan yang tidak ada itu memanglah tidak ada“. Konsekuensi dari pernyataan ini adalah bahwa “yang ada” itu: “satu dan tidak terbagi” – “kekal, tidak mungkin ada perubahan” – “sempurna, tidak bisa ditambah atau diambil darinya” – “mengisi segala tempat, akibatnya tidak mungkin ada gerak sebagaimana klaim Heracleitos”.
8.      Zeno (± 490-430 SM)
Zeno merupakan murid setia Parmenides, Ia lahir di Elea dan banyak mempertahankan argumen-argumen dari Parmenides. Zeno menemukan dialektika yaitu suatu argumentasi yang bertitik tolak dari suatu pengandaian atau hipotesa, dan dari hipotesa tersebut ditarik suatu kesimpulan. Ia mengatakan bahwa relitas adalah satu, tidak berubah dan tidak bergerak, dan realitas dipahami dengan benar oleh nalar bukan indra.
Argumentasi Zeno ini selama 20 abad lebih tidak dapat dipecahkan secara logis. Tetapi baru dapat dipecahkan setelah para ahli matematika membuat pengertian limit dari seri tak terhingga.
9.      Melissos (-)
Melissos lahir di pulau Samos. Ia merupakan panglima yang mengalahkan armada Athena pada tahun 441. Sebenarnya keberadaannya dalam tokoh kefilsafatan Yunani tidak begitu penting, tetapi tetap perlu dipelajari.
 Melissos membela ajaran Parmenides dengan mengikuti argumen-argumen yang sebelumnya sudah disampaikan oleh Parmenides sendiri. Melissos menyatakan bahwa “yang ada” itu satu, sehingga apabila Ia ingin menunjukkan “yang ada” seringkali menyebutkannya dengan “yang satu”. Satu hal yang membedakannya dengan Parmenides adalah Ia mengatakan bahwa “yang ada” itu tidak berhingga, baik menurut waktu maupun ruang. Sedangkan Parmenides menyebutkan bahwa “yang ada” itu bersifat kekal.
10.  Empedokles (490-435 SM )
Empedokles lahir di Akragas di pulau Sisilia pada awal abad ke-5. Ia termasuk golongan bangsawan. Ia memiliki banyak peran dalam bidang filsuf, kedokteran, penyair, ahli pidato politikus, dan seorang yang dipercaya mempunyai kuasa ajaib. Empedokles dipengaruhi oleh aliran religius yang disebut Orfisme dan ia juga seorang Pythagorean. Namun pada akhirnya Empedokles lebih menaruh perhatiannya pada masalah-masalah yang dikemukakan Parmenides. Ia menulis karyanya dalam bentuk puisi.
Empedocles mengatakan bahwa sebenarnya tidak ada yang disebut dengan menjadi dan hilang. Perbedaan dalam seluruh keadaan itu tak lain adalah merupakan campuran dan penggabungan unsur-unsur (rizomata) : air, udara, api, dan tanah. Keempat unsur tersebut merupakan dasar terakhir dari segala sesuatu. Proses penggabungan tersebut terpelihara oleh dua kekuatan yang saling bertentangan, yaitu cinta dan benci. Karena cinta maka pada mulanya keempat unsur tersebut tersusun dalam keseimbangan, adapun benci, ia adalah yang mencerai beraikan keseimbangan yang semula itu. Cinta lalu mengambil tindakan dan mengembalikan yang semula.tetapi dicerai beraikan lagi oleh benci. Pengetahuan tidak lain daripada proses penggabungan : karena tergabung dengan tanah, kita tahu akan tanah, tergabung dengan air maka kita tahu akan air.
Dengan demikian, dalam kejadian di alam semesta ini, unsur cinta dan benci selalu menyertai. Juga, proses penggabungan dan penceraian tersebut berlaku untuk melahirkan anak-anak makhluk hidup. Sedangakan manusia terdiri dari empat unsur, yaitu api, udara, tanah dan air.
11.  Anaxagoras (±499-20 SM )
Anaxagoras lahir di kota Klazomenai di Ionia. Ia merupakan filsuf pertama yang hidup dan berkarya di Athena. Mulai saat itu Athena memiliki peran penting dalam filsafat Yunani hingga abad ke-2 SM. Anaxagoras pernah berurusan dengan perkara pengadilan dengan tuduhan asebeia, yaitu semacam kedurhakaan dan juga karena simpatinya terhadap bangsa Parsi. Kedurhakaan tersebut adalah karena Ia menganggap matahari adalah batu yang berpijar-pijar dan bulan adalah tanah. Dengan kata lain, tuduhannya adalah Anaxagoras telah menganggap matahari dan bulan semata-mata sebagai benda-benda material, bukan sebagai dewa-dewa. Namun, berkat pertolongan Perikles, sahabat dan murid Anaxagoras, ia dilepaskan dan dibantu melarikan diri ke kota Lampsakos pada Hellespontos, selat sempit yang memisahkan Asia dari Eropa.
Menurutnya, realitas itu bukanlah satu, tetapi ia terdiri dari banyak unsur dan tidak dapat dibagi-bagi, yaitu atom. Atom ini sebagai bagian dari materi yang terkecil dari materi sehingga tidak dapat terlihat dan jumlahnya tidak terhingga. Ia juga mengatakan di dalam setiap benda terdapat benih-benih. Kita tidak akan mampu melihat benih-benih yang ada didalam sebuah benda. Kita hanya bisa melihat yang dominan saja, misalnya emas. Di dalam emas terdapat benih-benih yang berupa perak, besi, dan tembaga. Tetapi kita hanya bisa melihat warna kuning sebagai wujud dominannya.
Anaxagros juga mengemukakan bahwa yang menyebabkan benih-benih menjadi kosmos adalah apa yang disebut dengan nus. Nus memiliki arti roh atau rasio, tidak tercampur dengan benih-benih dan terpisah dari semua benda. Oleh karena ajrannya tentang nus inilah Anaxagoras untuk pertama kalinya dalam filsafat dikenal adanya perbedaan antara jasmani dan yang rohani.

12.  Leukippos & Democritos (460-370 SM)
Leukippos adalah pendasar aliran atomisme. Beberapa membantah bahwa Leukippos adalah termasuk sebagai tokoh historis. Tetapi Aristoteles dan Theophrastos menganggap sebaliknya, mereka menganggap bahwa Leukippos adalah pendiri mazhab atomisme. Aristoteles dan filsuf-filsuf selanjutnya seringkali menggabungkan nama Leukippos dan Demokritos apabila berkenaan dengan penguraian ajaran atom. Hampir sulit membedakan antara pemikiran atom dari Leukippos dengan pemikiran atom dari Demokritos. Hanya saja dapat disimpulkan bahwa garis besar pemikiran atom tersebut berawal dari Leukippos kemudian dikembangkan oleh Demokritos.
Demoritos lahir di kota Abdera di pesisir Thrake di Yunani Utara. Ia banyak menguasai ilmu, diantaranya : kosmologi, matematika, astronomi, logika, etika, musik, puisi, dan lainnya. Dikarenakan usia Demokritos yang lebih muda dari Sokrates, Demokritos sebenarnya tidak lagi masuk dalam hitungan filsuf pra-sokrates. Tetapi karena alasan karya Demokritos  yang tidak dapat dipisahkan dari karya Leukippos, kemudian ajaran Demokritos tidak dipengaruhi oleh filsafat gaya baru yang berkembang di Athena dalam kalangan Sokrates, maka Demokritos tetap dikatakan sebagai filsuf pra-sokratik.
Dalam ajarannya, Demokritos mengatakan bahwa realitas bukanlah satu, tetapi terdiri dari banyak unsur dan jumlahnya tak terhingga. Unsur-unsur tersebut merupakan bagian materi yang sangat tidak dapat dibagi-bagi lagi. Unsur tersebut dapat dikatakan sebagai atom yang berasal dari satu dari yang lain. Demokritos percaya bahwa alam semesta ini terdiri dari atom-atom yang jumlahnya tak terhingga dan beraneka ragam. Sebagiannya bulat dan mulus, dan yang lain tak beraturan dan tak bergigi. Justru karena saling berbeda mereka dapat menyatu menjadi berbagai bentuk yang berlainan. Namun meskipun jumlah dan bentuk mereka mungkin tak terbatas, mereka semua kekal, abadi, dan tak terbagi.
Tidak hanya semesta, menurut Demokritos jiwa juga terdiri dari atom-atom. Menurutnya proses pengenalan manusia tidak lain sebagai hasil interaksi antar atom itu. Setiap benda mengeluarkan eidola (gambaran-gambaran kecil yang terdiri dari atom-atom dan berbentuk sama seperti benda itu). Eidola ini masuk ke dalam panca indra dan disalurkan kedalam jiwa yang juga terdiri dari atom-atom eidola. Kualitas-kualitas yang manis, panas, dingin dan sebagainya, semua hanya berkuantitatif belaka. Atom jiwa bersentuhan dengan atom licin menyebabkan rasa manis, persentuhan dengan atom kesat menimbulkan rasa pahit sedangkan sentuhan dengan atom berkecepatan tinggi menyebabkan rasa panas, dan seterusnya, dan sebagainya.