Bijaksana dengan Filsafat


Apa sebenarnya konsekuensi yang harus dipenuhi oleh orang yang belajar filsafat atau filosof? Jawabnya adalah ia harus merendah di hadapan kebenaran: menerimanya, mencintainya dan menginternalisasikan kebenaran itu. Buah dari sikap seperti ini adalah sikap bijaksana dan tegas sekalipun harus menanggung resiko penentangan dan pengucilan dari orang-orang yang tidak mencintai kebenaran.
Pertama-tama untuk bijaksana, seseorang harus tahu kebenaran. Setelah tahu kebenaran, kau harus mencintai kebenaran itu. Tanda orang cinta adalah mau mengabdikan diri. Seorang filosof adalah seorang yang pandai dalam bercinta. Maka aspek-aspek kebijaksanaan itu adalah pengetahuan, kebenaran dan cinta. Pengetahuan yang benar adalah pengetahuan yang bersumber dari kebenaran dan tercerap secara baik di dalam jiwa. Kebenaran yang hakiki adalah kebenaran yang bersumber dari Tuhan dan terdokumentasikan dengan baik. Cinta yang sejati adalah yang timbul dari kedalaman hati dan berkonsekuensi rela untuk berkorban.
Untuk bijaksana, kau mesti berpengetahuan. Pengetahuan adalah apa saja yang tercerap secara baik dalam jiwa sehingga menjadi landasan dalam memandang dunia dan bersikap atau merespon dunia internal atau eksternal. Bagaimana agar kita berpengetahuan? Pertama adalah membaca dan kedua adalah mengalami. Membaca ada dua kategori, yaitu membaca hal yang tersurat dan membaca hal yang tersirat. Sebaik-baiknya yang tersurat adalah wahyu. Sedangka yang tersirat adalah hati dan alam semesta. Wahyu, hati dan alam semesta harus dibaca setiap hari dengan penuh penghayatan dan pencerapan.
Untuk berpengetahuan kita harus mengalami. Kata orang pengalaman adalah guru dan sekolah yang terbaik. Maka semakin banyak dan berkualitas pengalaman kita semakin bagus pengetahuan yang kita miliki. Pengalaman apa yang harus dijalani dan diprogramkan kita agar menjadi suatu pengetahuan? Pengalaman yang bersifat privat, sosial, spiritual, dan emosional. Nilai-nilai moral, agama, hukum dan adat manusia harus menjadi wahana pengalaman kita ketika kita mengamalkannya. Orang yang berpengetahuan pada dasarnya adalah orang yang selalu membangkitkan potensi berfikirnya lewat membaca dan potensi perbuatannya dengan cara mempraktekkan ilmu.
Untuk bijaksana kau juga harus benar. Bukan hanya berpengetahuan benar tapi juga harus bertindak, bersikap, bertekad dan berucap secara benar. Seseorang bisa saja berpengetahuan secara baik dan benar. Seseorang harus memiliki pengetahuan seluas-luasnya tentang kabaikan dan keburukan secara cermat dan akurat. Tetapi pengetahuan mana yang akan jadi landasan dalam memandang dunia dan bersikap atau merespon dunia internal atau eksternal yang ia pilih sangat menentukan apakah ia menjadi seorang yang benar atau salah. Seseorang yang memiliki pengetahuan tentang matrealisme adalah benar dalam pengetahuannya bila ia mencerap informasi dengan baik dan apik tentang matrealisme itu. Namun ia adalah seorang yang buruk dalam pandangan Allah, jika ia menjadi seorang penganut filsafat matrealisme. Seorang yang bijaksana dalam hal ini ialah orang yang memiliki pengetahuan tentang matrealisme dengan baik dan apik lalu ia membuangnya ke keranjang sampah kehidupannya. Karena jalan yang mesti di laluinya adalah jalan Tuhan yang lurus.
Untuk bijaksana kau harus pandai bermain cinta. Kau harus cinta pengetahuan dan cinta kebenaran. Serta mencintai cinta itu sendiri. Shabar adalah suatu konsep yang mengandung nilai-nilai di atas. Artinya orang yang shabar adalah orang yang cinta pengetahuan yang akurat, cinta akan kebenaran yang hakiki, dan mencintai rasa cinta sejati. Cinta akan rasa cinta itu artinya sifat kontinuitas di dalam mencintai. Hal itu hanya bisa dilakukan oleh orang-orang shabar. Kalau demikian orang shabar adalah orang yang bijaksana. Orang yang cerdas, benar dan penuh cinta.
Kunci bijkasana adalah Shabar.
Sekarang apa inti sari sabar itu sendiri? Inti sari shabar adalah: keyakinan bahwa apa yang ada pada diri kita akan binasa, sedangkan yang ada pada sisi Tuhan adalah abadi. Ia yakin bahwa dirinya akan berjumpa dengan Tuhannya. Maka sejatinya orang yang sabar adalah orang yang cerdas dan tidak cinta dunia. Orang yang cerdas adalah orang yang banyak mengingat mati dan mempersiapkan bekal sebanyak-banyaknya untuk kehidupan setelah mati. Untuk merealisasika nilai-nalai sabar itu, ia akan menjadi sosok pembelajar, aktivis dan sekaligus mau berkorban untuk apa saja asalkan benar. Ia yakin bahwa apa yang ada pada diri kita akan binasa, sedangkan yang ada pada sisi Tuhan adalah abadi. Maka ia memilih yang abadi daripada yang fana. Konon manusia mestinya lebih memilih kematian dari pada fitnah dunia, dan memilih sedikit harta daripada berat dihisab nanti.
Semoga engkau menjadi Filosof: seorang yang mencintai kebijaksanaan, seorang yang shabar, seorang yang banyak mengingat mati, seorang yang banyak berkorban di jalan Tuhannya. Nanti engkau akan menjadi seorang yang kaya raya. Karena Tuhan telah berjanji siapa yang berkorban di jalanNya, apa yang dikorbankannya itu menjadi bernilai tujuhratus kali lipat yang tersimpan di dalam hati dan untuk kehidupannya di akhrat kelak.
SHARE

Alvianica Nanda Utami

  • Image
  • Image
  • Image
  • Image
  • Image
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments:

Post a Comment