Mencerdaskan Hati Nurani

Hati sanubari disebut juga lahmun sanubari. Letaknya dua jari dibawah payudara kiri, menempel pada rusuk terakhir. Merupakan markasnya nafsu amarah dan nafsu lawwamah. Nafsu amarah dengan bala tentara : senang berlebihan, royal, angah-angah, hura-hura, jor-joran (lomba kekayaan), serakah, iri, dengki, dendam, membenci, bodoh, tidak tahu kewajiban, sombong, tinggi hati, senang menuruti syahwat dan suka marah-marah. Sedang nafsu lawwamah tentaranya : serakah, enggan, acuh, senang memuji diri, pamer, senang mencari aibnya orang lain, senang menganiaya, dusta, tidak peduli dengan kebenaran mutlak-Nya, pura-pura tidak tahu kewajiban, arogan, memandang diri lebih dari lainnya, suka mencari kesalahan orang lain, berlebihan dan bersenang-senang, dan mengumbar hawa nafsu.

Sedangkan hati nurani, nama lengkapnya qalbun nuraniyun latifun Rabbaniyun. Hati tempat mengalirnya nur Cahaya Tuhan. Adalah hati yang dibuat Tuhan dari cahaya “Nur Muhammad” (Cahaya Terpuji-Nya Dzat Yang Mutlak Wujud-Nya). Letaknya ditengah-tengah dada. Tandanya detak jantung. Disebut juga dengan hati jantung.
Hati ini adalah wujud lembut yang dibangsakan gaib dan tidak bisa dilihat mata kepala. Cita-cita dan tujuannya hanyalah untuk seyakinnya mengenali dan mengetahui Diri Ilahi. Yang selanjutnya diingat-ingat dan dihayati dimana saja kapan saja dan sedang apa saja.
Merupakan markasnya nafsu radhiyah, nafsu mardhiyah dan nafsu kamilah. Nafsu radhiyah dengan tentara : pribadi yang mulia, zuhud, ikhlas, wira’i, riyadhah dan menepati janji. Nafsu mardhiyah dengan tentara : bagusnya budi pekerti, bersih dari segala dosa makhluk, rela menghilangkan kegelapannya makhluk, senang mengajak dan memberi pepadang kepada ruhnya makhluk. Dan nafsu kamilah yang tentaranya : ilmu yakin, ‘ainul yakin dan hakkul yakin.
Kedua hati tersebut “tidak mungkin” berfungsi secara bersama. Sebagaimana ketentuan-Nya, “Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam rongganya” (Q.S. 33:4). Jelasnya, kalau hati sanubari yang berfungsi, maka hati nurani akan tenggelam. Sebaliknya, bila hati nurani yang berfungsi, maka hati sanubarinya yang akan tenggelam.
Sedang kenyataannya, mayoritas manusia dikuasai oleh hati sanubarinya (dijajah hawa nafsunya). Oleh karenanya, Nabi Saw bersabda bahwa perang melawan hawa nafsu merupakan perang yang terbesar. Melebihi besarnya perang-perang di dunia yang selama ini pernah ada, sekalipun perang antar planet/galaksi (apalagi perang nuklir) yang bisa menghancurkan bumi ini. Sebab, perang melawan nafsu, urusannya berlanjut sampai di akherat dengan resiko–yang baik maupun yang buruk–bisa berlipat berjuta-juta. Sedang perang dunia, selesai tiada perkara.
Untuk memfungsikan hati nurani–berikut pencerdasannya, langkah pertamanya adalah diberi ilmu dzikir. Caranya dengan “digurukan” kepada ahlinya, yaitu ahli dzikir. Memenuhi perintah-Nya “…fas-alu ahladzdzikkri inkuntum laa ta’lamuuna“ (Q.S. 21:7), tanyakanlah kepada ahli dzikir bila kamu tidak mengetahui bagaimana caranya berdzikir. Sebab, tanpa kesediaan bertanya kepada yang diahlikan oleh Tuhan, maka upaya pencerdasan tersebut “mustahil” dapat tercapai. Relevan dengan sabda Nabi SAW  “bila suatu perkara tidak ditanyakan kepada ahlinya, tunggulah kehancurannya”.
Kedua, mengabadikan ilmu dzikirnya dalam dada bersamaan dengan keluar masuk nafas. Memenuhi dan menjalankan segala petunjuk, perintah maupun teladan sang pemberi ilmunya. Sebab tidak mungkin hati nurani menjadi cerdas (dalam mendzikiri Diri Ilahi, dan menafikan wujud selain Wujud-Nya) bila tidak berusaha sekeras-kerasnya melatih dan menjalankan berbagai latihan yang telah ditentukan. (Sebagaimana pula otak yang tidak mungkin menjadi pandai bila tidak sungguh-sungguh dalam melatihnya dengan latihan yang keras).
Sebab, godaan yang datang dari dalam–hati sanubari dan segenap bala tentaranya–tidak akan pernah berhenti. Didukung godaan dari luar berupa setan dan iblis yang telah bersumpah akan menyeret semua manusia menjadi balanya di neraka.
Ketiga, selalu bersandar (bertawakkal) pada Dzat Yang Mahakuasa. Sebab, bagaimanapun kerasnya usaha hamba, ujung-ujungnya hanya pada kekuasaan-Nya. Manusia berusaha Tuhan yang menentukan segalanya. Sebab, “barang siapa yang diberi hidayah oleh Allah, maka dialah orang yang mendapat hidayah; dan barang siapa yang disesatkan, maka kamu sama sekali tidak akan mendapatkan baginya Waliyyan Mursyida (seorang pemimpin yang dapat memberikan petunjuk hingga bertemu kepada-nya)” (Q.S.18:17).
Ketiga langkah tersebut, secara teoritis maupun praktis, merupakan cara “mencerdaskan hati nurani”. Namun, teori hanyalah sekedar teori bila tidak diikuti dengan langkah pasti. Sebagaimana yang telah penulis alami dan rasakan sendiri kebenarannya. Wallahu a’lam.



Sumber: kompasiana
SHARE

Alvianica Nanda Utami

  • Image
  • Image
  • Image
  • Image
  • Image
    Blogger Comment
    Facebook Comment

1 comments: